JAKARTA, SUMEKS.CO - Dalam sebuah acara yang diselenggarakan oleh Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham), Inspektur Wilayah II Inspektorat Jenderal, Lilik Sujandi, menekankan pentingnya memahami Pungutan Liar (Pungli) bukan hanya sebagai masalah perilaku individu, melainkan sebagai tantangan budaya organisasi yang lebih mendalam.
Hal ini ia sampaikan dalam kegiatan Penguatan Unit Pemberantasan Pungli serta Sosialisasi Bersih Pungli di Layanan Publik, yang juga mencakup pengenalan Sistem Aplikasi Aduan Pungli (SIDULI).
Lilik menjelaskan bahwa Pungli bukan sekadar tindakan individu yang menyimpang, namun juga mencerminkan masalah dalam konsep diri dan budaya organisasi yang berisiko.
"Tentang pemberantasan pungli, kita harus membidding bagaimana konsep ini ada di lingkungan teman-teman, atau jangan-jangan budaya organisasi sudah terlalu sangat menguasai," tegas Lilik dalam sambutannya.
Ia juga menambahkan bahwa pemberantasan Pungli yang efektif harus dimulai dari pemahaman mendalam terhadap konsep tersebut, sehingga tindakan yang diambil bisa lebih tegas dan terukur.
"Jika kita hanya menghukum oknum tanpa intervensi pada lingkungan budaya, kemungkinan besar akan muncul oknum baru," ujarnya.
Oleh karena itu, intervensi budaya organisasi menjadi aspek penting dalam upaya pemberantasan Pungli yang berkelanjutan.
Lebih lanjut, Lilik juga menekankan bahwa Pungli merupakan racun berbahaya yang dapat merusak budaya organisasi.
Ia menggambarkan Pungli sebagai “toxic” atau parasit yang mengambil keuntungan dari kestabilan dan prestasi suatu organisasi. "Pungli ini seperti parasit, dia menikmati keuntungan, tapi kerusakannya dirasakan oleh semua orang," tambahnya.
Dalam upaya memperkuat unit pemberantasan Pungli, Lilik mengajak seluruh pimpinan satuan kerja di lingkungan Kemenkumham untuk memetakan pemberantasan Pungli dengan memperhatikan budaya organisasi dan konsep diri.
Ia percaya bahwa Pungli tidak hanya mencoreng citra institusi tetapi juga berpengaruh pada citra negara secara keseluruhan.