PHK Massal: Ekonomi Lesu, Buruh Pabrik dan Pegawai Kantoran Terdampak

Minggu 16-06-2024,08:10 WIB
Reporter : Niskiah
Editor : Rahmat

SUMEKS.CO - Pemutusan hubungan kerja (PHK) sudah terjadi di mana-mana. Baik itu buruh pabrik hingga pegawai atau buruh perkantoran. 

Sejumlah pegawai atau buruh dilakukan pemecatan oleh perusahaan tempatnya bekerja. Ini menandakan bahwa perekonomian Indonesia sedang menghadapi kesulitan. 

Terbaru ada perusahaan hasil penggabungan Tokopedia dan TikTok Shop di bawah pengelolaan ByteDance mengumumkan kebijakan PHK. Tetapi perusahaan ini enggan mempublikasikan jumlah pekerja yang terkena PHK.

Adapun jumlah korban PHK nya sebatas dilaporkan media asing, Bloomberg, yang mengungkap PHK dilakukan terhadap 450 orang dari total karyawan ByteDance. Ternyata di Indonesia yang sebanyak 5.000 orang.

BACA JUGA:UMK Binaan PTBA Semarakkan Pekan Raya Lampung, Dorong Perekonomian Lokal dan Promosikan Produk Unggulan

BACA JUGA:Diskominfo Gelar Rapat Persiapan Lounching Website Posko Ekonomi Kota Prabumulih

Direktur Corporate Affairs Tokopedia dan ShopTokopedia Nuraini Razak mengatakan kebijakan PHK harus dilakukan untuk mendukung strategi pertumbuhan perusahaan ecommerce anak usaha ByteDance tersebut.

"Pihaknya harus melakukan penyesuaian yang diperlukan pada struktur organisasi sebagai bagian dari strategi perusahaan agar dapat terus tumbuh," katanya menjawab pertanyaan CNBC Indonesia, dikutip Sabtu 15 Juni 2024.

Sementara itu, di pabrik-pabrik, PHK sudah terjadi banyak di sektor tekstil, garmen, hingga alas kaki karena operasionalnya berhenti, alias tutup. 

Dimana gelombang PHK pun tak terelakkan lagi. Salah satunya pabrik garmen di daerah Cileungsi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.

BACA JUGA:Pj Bupati Muba Tinjau Jalan Penghubung di Kecamatan Lalan: Permudah Akses dan Meningkatkan Perekonomian Daerah

BACA JUGA:Ramai di TikTok Bali Sedang Dijajah Turis Asing Secara Ekonomi dan Harga Diri Menurut Wanda Ponika

Di Indonesia di lokasi pabrik, untuk kondisi pabrik yang biasanya ramai dipenuhi pekerja serta suara mesin jahit yang saling bersahutan, kini sunyi senyap. Tidak ada lagi aktivitas menjahit.

Ribuan mesin jahit pun tertutup kain, sudah tak lagi dipakai. Sehingga ada 3.000 buruh yang terpaksa harus kehilangan pekerjaannya, imbas dari penghentian operasional pabrik garmen ini. 

Pemilik pun mengaku sudah tidak mampu mempertahankan bisnisnya. Lantaran sepinya order yang masuk, dengan ditambah beban upah minimum yang terus naik setiap tahun.

Kategori :