SUMEKS.CO - Sejumlah asosiasi pengusaha Indonesia, menolak keras terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) terkait iuran Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera).
Gelombang penolakan terkait kebijakan PP iuran Tapera yang dikeluarkan Pemerintah Indonesia ini, salah satunya datang dari Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo).
Menurut Ketua Umum Apindo, Shinta Kamdani, kebijakan iuran Tapera yang dibebankan kepada para pekerja swasta, sebagaimana yang telah ditetapkan Pemerintah telah menjadi beban bagi pekerja.
"Pasalnya beban pungutan yang ditanggung pemberi kerja saat ini sudah sangat banyak," tegasnya kepada awak media, Rabu, 29 Mei 2024.
Terkait penolakan tersebut, Shinta menegaskan, pihaknya sudah mengirimkan surat penolakan terhadap Presiden Joko Widodo, karena penetapan iuran Tapera ini dinilai memberatkan.
BACA JUGA:Heboh, Iuran Tapera Bikin Gaji Dipotong 3% Pada Tanggal 10 Setiap Bulannya, ASN Keberatan!
BACA JUGA:Pro Kontra Pemotongan Gaji Pekerja Swasta Sebesar 3% untuk Tapera, Ini Pembelaan Jokowi
"Selain memberatkan pelaku usaha, penetapan iuran ini kami nilai juga memberatkan para pekerja," katanya.
Shinta juga menilai adanya iuran Tapera ini, akan semakin menambah beban baru bagi pemberi kerja dan pekerja. Saat ini saja, beban pengutan yang telah ditanggung pemberi kerja sebesar 18,24 persen hingga 19,74 persen dari penghasilan pekerja.
Adapun pungutan yang saat ini sedang ditanggung oleh pemberi kerja, antara lain :
1. Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (berdasarkan UU Nomor 3 tahun 1999 Jamsostek) : Jaminan Hari Tua 3,7 persen, Jaminan Kematian 0,3 persen, Jaminan Kecelakaan Kerja 0,24- 1,74 persen, dan Jaminan Pensiun 2 persen.
2. Jaminan Sosial Kesehatan (berdasarkan UU Nomor 40 tahun 2004 SJSN) : Jaminan Kesehatan 4 persen.
BACA JUGA:Kemenkumham Sumsel Dukung ASN Wujudkan Rumah Impian lewat Tapera
BACA JUGA:BSI, PP Muhammadiyah, BP Tapera, & Perumnas Berkolaborasi, Maksimalkan Penyaluran KPR Syariah
3. Cadangan Pesangon (berdasarkan UU Nomor 13 tahun 2003 Ketenagakerjaan) sesuai dengan PSAK (Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan) Nomor 24 tahun 2004 berdasarkan perhitungan aktuaria sekitar 8 persen.