PALEMBANG, SUMEKS.CO - Maraknya aksi debt collector yang menarik paksa kendaraan di jalan memang meresahkan masyarakat.
Tindakan ini tidak hanya melanggar hak asasi manusia, tetapi juga berpotensi menimbulkan keributan dan mengancam keselamatan jiwa.
Langkah proaktif Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Sumatera Selatan dalam menganalisis data dan informasi terkait permasalahan ini menggunakan Sistem Informasi Penelitian Hukum dan HAM (SIPKUMHAM) patut diapresiasi.
AKBP Drs. Faisol Majid, dari Polda Sumatera Selatan, hadir sebagai narasumber dalam acara tersebut untuk menyampaikan pemahamannya terkait maraknya aksi debt collector yang menarik paksa kendaraan di jalan.
BACA JUGA:Perlu Tahu, Spesifikasi Lenovo Ideapad Gaming, Seri Laptop yang Dirancang Khusus Untuk Para Gamer
Pengetahuannya sebagai perwira polisi dan pengalamannya menangani kasus-kasus terkait debt collector menjadikannya narasumber yang tepat untuk memberikan pemahaman yang komprehensif kepada para peserta.
Hadirnya perwakilan dari perusahaan leasing dan jual beli kendaraan bermotor dalam acara ini menunjukkan komitmen dan kepedulian mereka terhadap permasalahan ini.
Diharapkan dengan adanya pemahaman yang sama dari semua pihak, solusi yang tepat dan efektif dapat segera ditemukan untuk mencegah terulangnya tindakan penarikan paksa kendaraan oleh debt collector.
“Berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 18/PUU-XVII/2019, intinya adalah pihak kreditur/leasing dapat menarik kendaraan yang menjadi objek jaminan fidusia jika ada kesepakatan/pengakuan mengenai cedera janji (wanprestasi) serta debitur secara sukarela menyerahkan objek jaminan fidusia,” paparnya.
Secara tegas, Kabag Wasidik Ditreskrimum Polda Sumsel tersebut menjelaskan bahwa jika kedua syarat tersebut tidak terpenuhi dan pihak kreditur/leasing melakukan pengambilan kendaraan secara paksa, baik penagih/debt collector maupun pihak kreditur, dapat diancam telah melakukan perbuatan pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 335 KUHP jo Pasal 55 KUHP (perbuatan tidak menyenangkan) dan atau Pasal 365 KUHP jo Pasal 55 KUHP (pencurian dengan kekerasan).
“Sesuai Keputusan MK, bahwa terhadap jaminan fidusia yang tidak ada kesepakatan tentang cidera janji (wanprestasi) dan debitur keberatan menyerahkan secara sukarela objek yang menjadi jaminan fidusia, maka segala mekanisme dan prosedur hukum dalam pelaksanaan eksekusi Sertifikat Jaminan Fidusia harus dilakukan dan berlaku sama dengan pelaksanaan eksekusi putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap,” jelas AKBP Faisol Majid.
Kepala Bidang HAM Kemenkumham Sumsel, Karyadi menambahkan dari sisi konsumen, jika merasa mulai kesulitan membayar, harus ada itikad baik datang ke kantor pembiayaan.