Ketiga, penunjukkan Letexier sebagai wasit utama dipandang mengagetkan banyak pihak. Letexier berasal dari Prancis yang sudah menjadi ‘negara kedua’ bagi hampir mayoritas pemain Guinea.
Karena itu, tak heran kepemimpinannya cenderung ‘dramatis’ yang merugikan Timnas Indonesia. Wasit Letexier dengan penuh keyakinan, yakni dengan mudah memberikan hadiah tendangan pinalti sebanyak 2 kali selama pertandingan, 1 kalinya gagal, yang kemudian menimbulkan protes keras dari pemain, pelatih, dan supporter.
Pelanggaran pinalti pertama Guinea sebetulnya terjadi di luar kotak pinalti, tapi wasit malah menunjuk titik putih. Sama halnya, pelanggaran untuk tendangan penalti kedua,
Dewangga sebenarnya mengambil bola dari pemain Guinea, tampak menyentuh bola terlebih dahulu. Tapi, apalah daya wasit punya otoritas penuh atas keputusannya kendatipun terkesan otoriter dan tanpa kompromi sehingga Indonesia harus kebobolan 0-1 atas Guinea, hingga menit terakhir.
Keempat, pelatih, Sean Tae-young, yang sangat faham dan kompeten tentang sepak bola yang membawa Timnas Indonesia bisa masuk empat besar dalam AFF U-23 di Qatar, 2024, dengan mudahnya wasit Letexier memberi hukuman kartu kuning dan dilanjutkan kartu merah, dikarenakan sering protes.
Padahal, suatu hal yang lumrah apabila seorang pelatih memiliki hak dan wewenang untuk mengajukan protes secara wajar.
Kalaupun adanya protes keras dari Sean Tae-young terhadap wasit, lebih dikarenakan kepemimpinan wasit Letexier yang cenderung ‘dramatis’ atau ‘berat sebelah’.
BACA JUGA:Mengubur Mimpi Tampil di Olimpiade Paris, Timnas Indonesia Tumbang 1-0 atas Guinea
BACA JUGA:Mengubur Mimpi Tampil di Olimpiade Paris, Timnas Indonesia Tumbang 1-0 atas Guinea
Kelima, selama jalannya pertandingan, tampak bahwa sejumlah pemain Guinea terkesan ‘manja’ dan sering mengulur-ulur waktu. Wasit Letexier tampak kurang tegas, padahal kejadiannya berulang-ulang.
Keenam, Presiden FIFA (Federation International de Football Association), Gianni Infantino, yang bersama Ketua Umum PSSI, Erick Thohir, ikut menyaksikan laga paly off menuju Olimpiade Paris 2024, antara Timnas Indonesia melawan Timnas Guinea U-23 di Stadion Clairefontaine, Paris, Prancis, terkesan ‘ambigu’ alias tidak tegas.
Salah satu komentar Infantino, yakni: “saya menyaksikan mereka bermain di Clairefontaine hari ini dan saya bisa bilang tim tersebut gagal di kualifikasi bersejarah untuk Olimpiade dengan margin yang sangat tipis” (radarkuningan.com/diakses: 11/5/2024).
Ketujuh, pengamat berpendapat, ada kepentingan terkait Guinea U-23 yang lolos ke Olimpiade, Paris 2024. Pasalnya, Guinea merupakan negara bekas jajahan Prancis dan sempat Bernama Guinea France.
Mereka juga berbicara menggunakan Bahasa Prancis. Pengamat Sepakbola, Ronny Pangemanan tidak habis fikir bagaimana seorang wasit Ligue 1 France bisa memimpin pertandingan seperti itu.
Bung Ropan—sapaan akrabnya—menduga “Francois Letexier lebih berkeinginan Guinea lolos ke Olimpiade. Dulu, Guinea ini jajahan Prancis dan diberikan kemerdekaan tahun 1958. Mereka juga menggunakan Bahasa Prancis.”
Kendatipun, dalam perkembangannya, wasit Francois Letexier kabarnya sudah minta maaf dan mengakui Keputusan salah,