SUMEKS.CO - Kasi Penerangan Hukum (Penkum) Kejati Sumsel Vanny Yulia Eka Sari SH MH menerangkan penyidikan kasus dugaan korupsi jual aset asrama Sumsel di Jogjakarta, telah memanggil dan memeriksa lebih kurang 26 nama sebagai saksi.
Banyaknya saksi yang diperiksa saat tahap penyidikan itu diterangkan mantan Kasi Datun Kejari Palembang ini, usai melakukan proses penyerahan tersangka Eti Mulyati (EM) salah satu tersangka dan barang bukti dari penyidik ke Jaksa Penuntut Umum (JPU), Jumat 19 April 2024.
"Total saksi yang dipanggil dan diperiksa untuk dimintai keterangan dalam perkara ini ada sebanyak 26 nama," ujar Vanny.
Sedangkan, kata Vanny untuk barang bukti yang diserahkan dari penyidik Pidsus Kejari Sumsel kepada JPU dalam hal ini Kejari Palembang jumlah ada kurang lebih 113 barang bukti berikut sebidang tanah di Jogjakarta.
Menurutnya, keseluruhan barang bukti tersebut didapat dari serangkaian penyidikan yang dilakukan tim Pidsus Kejati Sumsel selama kurang lebih 4 bulan terakhir.
Penyidikan itu, lanjut Vanny diantaranya juga berupa penggeledahan pada beberapa titik lokasi baik itu dari rumah masing-masing tersangka hingga kantor notaris dan BPN di Jogjakarta.
Khusus untuk tersangka EM yang saat ini telah dilakukan tahap II, kata Vanny dalam perkara ini sebagaimana penyidikan adalah sebagai notaris Palembang yang membuat akta 97 yang diduga telah memalsukan aset Yayasan Batanghari Sembilan.
"Dugaan pemalsuan aset yang dimaksud yakni, dari bermula bernama Yayasan Batanghari Sembilan menjadi Yayasan Batanghari Sembilan Sumatera Selatan, hanya ditambahkan kata Sumatera Selatan saja," urai Vanny.
BACA JUGA:Tersangka Korupsi Penjualan Aset Pemprov Sumsel Asrama Mahasiswa di Jogjakarta Bertambah Lagi
Dan, masih kata Vanny berdasarkan akta 97 tersebut tersangka lainnya dintaranya yaitu tertera nama Zurike Takarada selaku kuasa penjual saat itu.
Dikatakan Vanny, atas perbuatan para tersangka berdasarkan perhitungan audit diduga telah menimbulkan kerugian negara kurang lebih sebesar Rp10 miliar.
Penyidikan perkara ini bermula, adanya sengketa tanah dan bangunan asrama terletak di Jalan Puntadewa nomor 9 Wirobrojan Jogjakarta yang telah terjadi sejak tahun 2015.