"Kita sudah melakukan penahanan terhadap tiga tersangka dalam kasus ini," ujar dia di sela pers release, Rabu siang.
Kasus sindikat mafia tanah penerbitan SHM di hutan lindung ini sejak 2017 hingga 2020.
"Yang mana, para pelaku yang ditahan diduga kuat melakukan kesengajaan menerbitkan sertifikat tanah di hutan lindung," ujar Kajari seraya mengatakan mereka dilakukan penahanan hingga 20 hari ke depan.
Ditambahkan Kasi Intelijen Sosor Panggabean SH didampingi Kasi Pidsus Mery SH mengatakan, jika kasus SHM di hutan lindung terjadi pada periode 2017 hingga 2020.
BACA JUGA:Petani di Ogan Ilir Bakal Laporkan Dugaan Mafia Tanah di PTPN VII Cinta Manis
BACA JUGA:Berantas Mafia Tanah di Kota Nanas, Kejari-BPN Jalin Kerjasama
"Penerbitan SHM ini melalui program pendaftaran tanah sistemstis lengkap (PTSL)," ujarnya.
Lanjut Kasi Pidsus, temuan penyidik ada 4 SHM di hutan lindung. Dari pemetaan lokasi berada di wilayah Agung Lawangan, Kecamatan Dempo Utara.
"Tiga SHM diterbitkan pada 2017, dan 1 SHM diterbitkan tahun 2020," ujar Mery seraya mengatakan adapun luasan SHM yang disulap jadi kebun ini antara 0,5 hektar hingga 1,5 H.
Untuk memastikan SHM berlokasi di kawasan hutan lindung, sebelumnya, penyidik Kejari bersama Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH) dan Dinas Kehutanan Provinsi Sumsel melakukan penghitungan titik koordinat di 4 lokasi SHM.
BACA JUGA:Kades Batu Winangun OKU Korupsi Sertifikat Prona, Kuasa Hukum Cium Dugaan Adanya Keterlibatan BPN
BACA JUGA:Jumat Curhat Kapolres Ogan Ilir, Sambangi BPN Bahas Antisipasi Konflik Tapal Batas
"Setelah melibatkan tim, bahwa dibenarkan BPKH jika SHM masuk hutan lindung," ucap dia.
Dalam kasus ini ada unsur kesengajaan. Untuk kerugian negara, hutan lindung merupakan aset negara, sehingga menyebabkan aset negara berkurang.
"Adapun kerugian negaran Rp800 juta lebih berdasarkan taksiran tim ahli dan kasus ini berdasarkan tindak lanjut laporan intelejen sejak 2020 lalu," tutup dia.