“Yang kedua itu di bidang daya beli, alat ukur untuk mengukur IPM bidang daya beli adalah nilai tukar petani”.
“Bagaimana petani sekitar, atau masyarakat sekitar? Karena petani ini untuk mengikut IPM di sekitar desa”.
“Konon katanya Al Zaytun ini membawa peradaban baru, peradaban modern”.
“Yang petaniannya modern, seperti apa pertanian yang moderen itu di Al Zaytun itu?”
“Itu apakah begitu moderennya sehingga produksi yang biasa rata-rata di Indramayu cuma 6 ton, bisa 10 ton padinya?”
“Atau tomat-tomatnya segede-gede gajah ini ‘kan tidak bisa dibuktikan”.
“Harusnya kalau memang Al Zaytun itu lembaga pendidikan yang fokus di bidang pertanian, harusnya dia kemudian mempublikasikan, transfer ilmu, transfer teknologi”.
“Sehingga bisa merubah petani berbudidaya dengan baik atau menghasilkan lebih banyak”.
“Sehingga berbanding linear dengan nilai pendapatan rakyat atau nilai tukar petani”.
“Faktanya Al Zaytun ini juga pertanianya berhasil pertanianya maju juga menurut sendiri, swasembaga pangan katanya juga menurut sendiri”.
“Tidak pernah kemudian masyarakat sekitar dipublikasikan dan diajak bersama-sama maju untuk mendapatkan nilai ekonomi yang meningkat”.
“Di bidang kesehatan, konon Al Zaytun punya fasilitas kesehata yang bagus, punya klinik yang banyak, punya dokter yang banyak digunakan atau membantu rakyat ‘kan nggak juga”.
Faktanya juga rakyat berobat ke Puskesmas. Kalau sakit RS ke Haurgeulis kalau di Gantar minim sekali”.