2. Deforestasi Uni Eropa, banyaknya perkebunan sawit yang masih masuk kategori hutan
3. Pasar dunia yang lesu.
Permasalahan tersebut antara lain peraturan Uni Eropa (UE) yang tidak menerima produk seperti sawit dari deforestasi.
Banyak perkebunan sawit yang masih belum jelas dan masa depannya belum pasti karena masih tergolong kawasan hutan dan lamban. Permintaan minyak nabati di pasar dunia.
Sahat mengatakan jika negara tetangga Indonesia sudah begitu tepat membenahi luas perkebunan sawitnya, maka cukup pemerintah membuat pernyataan bahwa sawit mereka berasal dari tempat X dan bebas dari deforestasi.
Sahat, mencatat bahwa Malaysia, yang juga merupakan produsen minyak sawit, manfaat dari peraturan UE yang mewajibkan deforestasi untuk produk impor.
Minyak sawit Malaysia mereka mudah diterima di UE dan produk Indonesia mengisi kesenjangan pasokan mereka dan banyak yang tidak sampai ke UE. Pandangan saya tentang DMSI adalah kita perlu melihatnya sesegera mungkin. Ini bukan keinginan El Nino,” kata Sahat.
Indonesia diperkirakan dihantam El Nino, yakni fenomena menghangatnya permukaan laut di atas normal di Pasifik, pada Agustus 2023.
Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan pun meminta semua pihak El Persiapkan Nino. Menko Luhut mengatakan kementerian, lembaga, dan pemerintah kota harus siap menghadapi El Nino.
Berdasarkan pengalaman tahun 2015, El Nino dapat menyebabkan dampak kekeringan yang meluas, termasuk kebakaran hutan. Kekeringan ini mempengaruhi produksi pangan dengan cara yang dapat meningkatkan inflasi.
Menteri Luhut yang mengkoordinir hal tersebut meminta antisipasi. “Saya meminta semua kementerian/lembaga dan pemerintah kota terkait untuk memulai persiapan tepat waktu dan mempertimbangkan semua langkah yang diperlukan agar pengalaman buruk 8 tahun lalu tidak terulang.
Setidaknya saat ini kita sedang menyiapkan teknologi modifikasi cuaca sebagai senjata melawan El Nino,” ujarnya dalam unggahan yang diposting di akun Instagram pribadinya @luhut.pandjaitan.(*)