Abdullah Idi, Guru Besar Sosiologi UIN Raden Fatah Palembang.
Puasa di bulan Ramadan melatih umat Islam menjadi disiplin, jujur, menahan nafsu, mengendalikan emosi, sabar, dan disiplin. Idealnya, bila seorang melakukan ibadah puasa Ramadan dengan baik dan sungguh-sungguh akhlaknya akan baik pula. Akan tetapi, fenomena sosial terkadang memperlihatkan sebaliknya, dimana di negara dengan penduduk terbesar di dunia, berdasarkan The Royal Islamic Strategic Studies Centre (RISSC, 2022) berjumlah 237,56 juta jiwa.
Dalam kehidupan berbangsa, ada kecenderungan telah terjadi proses de-gradasi akhlak-sosial di tengah masyarakat. Tulisan artikel ini menganalisis hubungan Ramadan dalam mereduksi de-gradasi akhlak-sosial dalam beragam penyimpangan sosial (social-deviation) di masyarakat.
Seperti diketahui bahwa puasa Ramadan merupakan ibadah yang dilakukan dengan menahan diri dari segala sesuatu, seperti makan, minum, dan hal terlarang lainnya. Puasa wajib dilakukan sejak terbitnya fajar hingga terbenamnya matahari yang disertai niat karena Allah SWT.
BACA JUGA:Buya Arrazy Hasyim Berikan Ciri-ciri Ahlussunah Waljamaah Saat Tabligh Akbar di UIN Raden Fatah
Nabi Muhammad saw. merupakan teladan atau panutan bagi muslim. Pada bulan Ramadan, seorang muslim, dianjurkan untuk memperbanyak baca AlQuran, menunaikan salat dan mengingat Tuhannya, meningkatkan pengetahuan tentang agama dan dunianya, menjauhi sifat-sifat yang rendah, tidak memboroskan waktu, tidak menodai puasa dan mencemari akhlaknya dengan bersantai-santai, dan tidak melakukan berbagai perbuatan lainnya yang menodai puasa. Rasulullah saw telah bersabda: “Puasa itu adalah perisai, maka jika salah seorang kamu berpuasa janganlah mengatakan kata-kata yang kotor dan melakukan perbuatan yang bodoh. Jika ia dimusuhi dan dicaci oleh seorang, hendaknya ia mengatakan, ‘saya sedang puasa, saya sedang puasa.”
Menunaikan ibadah puasa Ramadan diharapkan dan diyakini dapat mereduksi proses de-gradasi akhlak-sosial yang cenderung menurun. Banyak fenomena sosial mendukung hipotesis tersebut yang patut dicerna yang berujung pada lemahnya daya saing bangsa ke depan. De-gradasi diartikan kemunduran, kemerosotan dari suatu hal. Tidak ada suatu bangsa menjadi bangsa yang maju (developed country) bila de-gradasi akhlak-sosialnya buruk. Akhlak adalah moral atau budi pekerti.
Degradasi akhlak-sosial adalah suatu fenomena adanya kemerosotan atas budi pekerti atau moralitas seseorang ataupun sekelompok orang. Beragam perilaku menyimpang sosial sebagai bentuk aktual dari de-gradasi akhlak sosial dalam bermasyarakat dan berbangsa. Dari sekian banyak bentuk degradasi akhlak-sosial yang terjadi, setidaknya, ada dua hal yang menjad fokus diskusi kali ini.
Pertama, perilaku korupsi. Pada 2022, pada jajaran negara ASEAN, Indonesia menempatkan Indeks Persepsi Korupsi (IPK) masih buruk. Menurut Laporan Transparency International Indonesia memiliki skor IPK sebesar 34 dari skala 0-100 pada 2022. Skor ini menempatkan Indonesia sebagai negara terkorup ke-5 di Asia Tenggara, setelah Myanmar (23), Kamboja (24), Laos (31) dan Filipina (33). Setelah Indonesia, urutan skor berikutnya Thailand (36), Timor Leste (42), Vietnam (42), Malaysia (47), dan Singapura (83). Hal ini memperlihatkan bahwa IPK bangsa Indonesia mengalami penurunan atau memburuk pada 2022.
Tingkat korupsi yang terus menerus pada level yang buruk akan memunculkan proses kemiskinan masyarakat. Korupsi akan semakin menjadikan masyarakat semakin menderita dengan mahalnya harga pelayanan publik dan kesehatan. Kualitas pendidikan pun akan memburuk sebagai dampak dari korupsi tidak akan mampu membawa masyarakat miskin lepas dari jerat korupsi.
KPK mencatat bahwa salah satu sektor yang paling banyak dikorupsi yakni pembangunan dan infrastruktur. Dalam sebuah kasus korupsi infrastruktur, dari nilai kontrak 100 persen, nilai riil infrastruktur hanya tinggal 50 persen. Dalam Studi World Bank dikatakan bahwa mark-up yang sangat tinggi mencapai 40 persen.
BACA JUGA:Innaa Lillaahi Wainna Ilaihi Roojiuun, Dekan Syariah dan Hukum UIN Raden Fatah Berpulang
Kedua, perilaku menyimpang kalangan pemuda/remaja. Dari informasi berbagai jenis media sosial (twitter, facebook, whats-app), diketahui beragam bentuk perilaku menyimpang yang terjadi di tengah masyarakat, tidak terkecuali dilakukan generasi muda. Untuk itu, beberapa indikasi gejala de-gradasi akhlak-sosial di tengah masyarakat umum, yang bisa terjadi pula pada bulan Ramadan ini, misalnya: kekerasan dan tindakan anarki, pencurian, tindakan curang, pengabaian terhadap aturan yang berlaku, tawuran antarsiswa/pemuda, perilaku intoleransi, perilaku oknum pejabat kurang transparansi (korupsi, kolusi, nepotisme), penggunaan bahasa tidak sopan, gaya hidup hedonisme, dan penyalahgunaan narkoba.
Semua perbuatan tidak terpuji ini agaknya tidak hanya merugikan seorang individu, tetapi juga merugikan sistem keluarga, masyarakat, dan lemahnya daya saing bangsa ke depan.
Seperti diketahui, perilaku menyimpang dianggap sebagai tindakan tercela dan diluar batas toleransi. Namun suatu hal yang dianggap menyimpang diantara masyarakat yang satu dengan yang lainnya bisa berbeda. Penyimpangan sosial sendiri terbagi menjadi dua jenis: penyimpangan primer dan skunder. Penyimpangan primer adalah penyimpangan yang bersifat sementara dan cenderung tidak berulang kembali.