PALEMBANG, SUMEKS.CO - Ditreskrimsus Polda Sumatera Selatan menghadirkan tiga saksi ahli yakni ahli bahasa, ahli ITE, dan ahli pidana terkait kasus penistaan agama yang diduga dilakukan Lina Mukherjee melalui akun TikTok-nya.
“Tiga saksi ahli yang kami panggil adalah ahli bahasa, ahli ITE, dan ahli pidana dalam kasus yang dilaporkan,” ujar Direktur Ditreskrimsus Polda Sumsel, Kombes Pol Agung Marlianto SIK.
Hasilnya? Penyidik Ditreskrimsus Polda Sumsel akan melimpahkan laporan kasus Lina Mukherjee dengan konten makan kulit babi yang disebar melalui akun medsos pribadinya ke pidana umum.
Kombes Pol Agung menegaskan, konten Lina Mukherjee yang diposting di akun TikTok @lilumukerji tersebut dipastikan merupakan perbuatan pidana.
BACA JUGA:Video Dugaan Penistaan Agama Viral, Influencer Dilaporkan ke Polda Sumatera Selatan
Hal itu setelah ahli bahasa dan pidana memberikan keterangan. Saksi ahli ITE menilai tak ada unsur pelanggaran UU ITE yang dilakukan oleh influencer bernama asli Lina Lutfiawati itu.
“Pelapor awalnya menyangkakan terlapor dengan dugaan pelanggaran Pasal UU ITE, tapi tidak masuk pidana menurut ahli UU ITE. Ahli bahasa dan ahli pidana menyatakan itu bisa termasuk unsur pidana, Pasal 156 A yang merupakan pasal penistaan agama. Secara konvensional bukan ITE,” tutup Agung.
Untuk itu, berkas pelaporan terhadap Lina Mukherjee ini langsung dilimpahkan dari Subdit Siber.
Sebelumnya diketahui, ustadz Syarif Hidayat dan Sapriadi Syamsudin SH MH pelapor kasus penistaan agama yang diduga dilakukan Lina Mukherjee melalui akun TikTok-nya dimintai keterangan penyidik.
Keduanya didampingi Ustadz Jhon Fredi Joniansyah SH dimintai keterangan tim penyidik Unit 1 Subdit V Siber Ditreskrimsus Polda Sumsel.
Mereka dimintai penjelasan dan klarifikasi Selasa 21 Maret 2023, untuk memberikan keterangan dan klarifikasi terkait laporan yang dilayangkan belum lama ini ke SPKT Polda Sumatera Selatan.
Pelapor mendapatkan sebanyak 15 pertanyaan terkait dugaan penistaan agama yang dilakukan Lina Mukherjee.
“Termasuk juga diminta menjelaskan kronologis awal pertama kali mengetahui kontent media sosial terkait tindak penistaan agama itu," kata Sapriadi.