PALEMBANG, SUMEKS.CO - Tingkat kemiskinan ekstrim Sumatera Selatan pada akhir tahun 2022 meningkat sebesar 0,5 persen. Dari angka sebelumnya berjumlah 3,14 persen lalu meningkat menjadi 3,19 persen.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), angka kemiskinan ekstrim provinsi mencapai 3,19 persen pada 2022. Sementara, angka kemiskinan ekstrem rata-rata nasional sebesar 2,04 persen.
Kepala BPS Sumatera Selatan Zulkipli menjelaskan, kenaikan itu disebabkan ada penduduk yang pendapatannya di bawah garis kemiskinan akibat tertekan dengan kondisi pandemi COVID-19.
"Ya, salah satu faktor utamanya yakni akibat pandemi beberapa tahun lalu," ungkap Zulkipli saat dikonfirmasi, Kamis 12 Januari 2023.
Tak hanya itu, penduduk yang masuk kategori miskin ekstrem yakni pendapatannya sebesar US$1,9 purchasing power parity (PPP). Jika dihitung dengan mata uang rupiah, maka pendapatan penduduk miskin ekstrim itu setara dengan Rp22 ribu per hari.
BACA JUGA:Jumlah Penduduk Miskin Palembang Meningkat
"Pendapatan orang-orang yang berada di bawah itu ada tekanan, saat masa pandemi mereka belum bisa keluar dari area itu," jelas Zulkipli.
Zulkipli menerangkan, angka kemiskinan Sumatera Selatan menunjukkan tren menurun, berdasarkan data periode Maret 2022 yakni sebesar 11,90 persen. Namun, dalam angka kemiskinan itu dikelompokkan lagi menjadi miskin biasa dan miskin ekstrim.
"Kalau ada program yang bagus dari pemerintah, pasti dia bisa keluar. Salah satunya ya lewat program pengentasan kemiskinan," bebernya.
Sebelumnya, Kepala Kanwil DJPb Sumsel Lydia Kurniawati Christyana, mengatakan mengentaskan kemiskinan ini seperti anomali. Pasalnya, tercatat program perlindungan sosial yang dialokasikan cukup besar pada 2022.
Dari alokasi bantuan tersebut diantaranya, PKH mencapai Rp858,25 miliar. Lalu, sembako Rp1,15 triliun, BLT desa Rp2,56 triliun, BLT minyak goreng Rp144,45 miliar, BLT BBM Rp1330,70 triliun, BSU Rp154,85 miliar.
BACA JUGA:Penduduk Miskin Ekstrem Capai 28.540 Jiwa
"Sangat besar dana yang dialokasikan tapi kemiskinan ekstrim meningkat. Artinya perlu dikaji ulang," terangnya.
Lydia menjelaskan, bantuan sosial yang ada memang meningkatkan pendapatan masyarakat. Akan tetapi, bantuan yang diberikan tidak memberdayakan membangun kemandirian ekonomi.
"Bisa membantu namun tidak membangun kemandirian ekonomi," tandasnya.