PALEMBANG, SUMEKS.CO - Tak hanya pempek, Wong Kito Palembang, ternyata sangat menyukai makanan khas Sumatera Barat yaitu, Bubur Kampiun.
Bubur Kampiun adalah campuran yang terdiri dari kolak pisang, kolak ubi, bubur sumsum, bubur candil, bubur delima, bubur ketan hitam, ketan putih, dan srikaya. Semuanya dicampur jadi satu adonan.
Biasanya, Bubur Kampiun disantap saat sarapan. Namun, bubur yang satu ini sangat mudah dicari pada saat bulan Ramadhan. Terlebih, mencarinya di pasar bedug jelang berbuka puasa.
Di Palembang, ada beberapa penjual yang menyajikan Bubur Kampiun setiap harinya. Salah satunya, Bubur Kampiun Uda yang berada di Sako Baru, Kecamatan Sako Palembang, dan Bubur Kampiun 22 Ilir, Palembang.
BACA JUGA:Pedas dan Gurih, Sate Padang Uda Jon Palembang Wajib Dinikmati
Masayarakat Palembang selalu ramai untuk membeli bubur kampiun yang buka dari pukul 07.00 WIB-11.00 WIB dengan harga per porsi Rp10.000.
Tak hanya bubur kampiun, ada juga disediakan berbagai makanan lain. Diantaranya kue naga sari dan sarapan pagi lainnya.
Memiliki rasa yang manis dan legit, tak heran jika wong kito menyukai Bubur Kampiun. Namun, dibalik rasanya yang enak ternyata Bubur Kampiun memiliki sejarah tersendiri.
Berikut penjelasan sejarah Bubur Kampiun
Disebut Bubur Kampiun menurut sejarah berasal dari kata champion yang berarti juara.
BACA JUGA:Harum Pandan Martabak Jambi Langsung Bikin Ngiler, Yuk Cobain!
Hal ini dikarenakan Bubur Kampiun buatan Amai Zona adalah pemenang pertama pada perlombaan khusus yang diadakan Desa Jambuair-Banuhampu, Bukittinggi
Lomba itu sendiri sebagai salah satu upaya untuk menghilangkan trauma masyarakat Bukittinggi, setelah perang revolusi sekitar tahun 1958-1951.
Pada saat itu, terjadi perang berkepanjangan dan peristiwa politik, ketika Belanda menyerbu ibu kota Bukittinggi.
Pusat pemerintahan darurat Republik Indonesia bergeser ke pedalaman Sumatera Barat di sekitar wilayah Hambalan. Kondisi ini menyisakan trauma bagi masyarakat Bukittinggi.