Mungkin benar demikian. Akan tetapi, jika kita masih mendasarkan pada aturan yang lama dalam UU Nomor 11 Tahun 1969, tentu saja persentase yang hanya sebesar 4,75 persen dikali gaji pokok pegawai untuk iuran pensiun adalah jumlah yang sangat kecil.
Bisa saja kita berargumen bahwa seiring dengan meningkatnya gaji pegawai maka semakin besar pula iurannya.
Tetapi dari simulasi sederhana di atas, kita dapat memperoleh gambaran bahwa uang pensiun yang diterima oleh PNS akan jauh lebih kecil dari penghasilan PNS tersebut semasa masih aktif.
Hal yang berbeda jika kita menggunakan simulasi perhitungan dengan skema fully funded, di mana jumlah uang pensiun bulanan yang diterima masih relatif setara dengan penghasilan PNS ketika masih aktif, atau justru bisa lebih besar lagi.
BACA JUGA:Sekda Palembang Berharap PNS Pemkot Melakukan Inovasi
Mengurangi beban APBN Menteri Keuangan berharap skema fully funded dapat mengurangi beban APBN, karena dengan skema saat ini maka negara tetap harus membayar uang pensiun kepada keluarganya saat seorang pensiunan PNS meninggal dunia (cnnindonesia.com, 24 Agustus 2022).
Sebagai bagian dari reformasi birokrasi, skema fully funded ini sudah dirancang sejak tahun 2018 (bisnis.tempo.co, 25 Agustus 2022). Secara sederhana, skema fully funded adalah skema pembayaran dana pensiun akan diangsur oleh PNS aktif dan pemerintah selaku pemberi kerja secara bersama-sama.
Selanjutnya, akumulasi dana pensiun yang telah terkumpul dan dikelola oleh pihak tertentu yang ditunjuk (misal PT Taspen atau lembaga lain yang ditunjuk pemerintah) akan digunakan untuk membayar manfaat pensiun ketika PNS yang bersangkutan telah memasuki masa pensiun.
Namun, pengelolaan dana pensiun pada skema ini perlu memperhatikan risiko portofolio sekuritas pasar. Walaupun demikian, seharusnya skema fully funded tidak berpengaruh signifikan terhadap keberlangsungan program pensiun PNS (https://fiskal.kemenkeu.go.id/).
BACA JUGA:Tol Palembang-Prabumulih Bakal Segera Beroperasi, Ditarget Peresmian Maret 2023
Selain itu, berdasarkan kajian dari Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan pada tahun 2016, bahwa skema pay as you go yang saat ini diterapkan terlalu mengandalkan kemampuan pemerintah dalam mengumpulkan penerimaan perpajakan. (*)