JAKARTA, SUMEKS.CO - Anggota Bawaslu Lolly Suhenty mengatakan, untuk meningkatkan peran serta perempuan dalam politik, dapat dimulai dengan peningkatan literasi sehingga lebih kritis dalam menentukan pilihan dan terlibat dalam pengawasan partisipatif. Selain itu, dia merasa perlunya para calon perempuan berjuang dari awal proses kontestasi politik praktis.
“Perempuan Indonesia secara keseluruhan masih minim mendapatkan akses informasi. Bawaslu saat ini banyak mendorong program pencegahan dengan selalu melibatkan perempuan. Ke depannya kalangan perempuan lebih kritis menentukan pilihan sehingga akan melahirkan pemimpin terbaik. Kuncinya satu, kalangan perempuan mendapatkan literasi yang cukup soal kepemiluan atau pengawasan partisipatif,” terangnya saat menjadi narasumber Seminar Langkah Strategis Peningkatan Keterwakilan Perempuan Pada Pemilu 2024 dengan tema Peran Partai Politik dalam Mendukung Peningkatan Jumlah Perempuan di Parlemen Pada Pemilu 2024 di Jakarta, Selasa 6 Desember 2022 yang diselenggarakan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.
Perempuan kelahiran Cianjur, 28 Februari, 44 tahun silam ini lantas merefleksikan data Pusat Kajian Politik Universitas Indonesia (Puskapol UI) hasil Pemilu 2019 lalu. Dari data itu, latar belakang caleg perempuan terpilih Pemilu 2019 yang terbesar adalah sebagai aktivitis partai sebanyak 53%, kedua sebanyak 41% memiliki kekerabatan politik dengan elite, dan perempuan yang terpilih dari profesional sebesar 6%.
“Makna dari potret hasil Pemilu 2019 itu bagi kader partai seharusnya menjadi momen untuk beraktivitas di partai dan memperjuangkan banyak hal dari awal,” sebut dia.
BACA JUGA:Tes Terlulis Calon PPK OKI Hari Kedua Diikuti 275 Peserta
“Kekerabatan dalam trah keluarga itu boleh saja. Tantangan kita adalah merekatkan kader perempuan dari berbagai latar belakang. Baik yang berasal dari partai politik, yang punya kekerabatan, maupun di luar itu yang mempunyai potensi. Pekerjaan rumah kita adalah bagaimana (bisa) menemukan titik temu dalam menghubungkan satu dengan yang lain,” tambah Magister hukum dari Universitas Pakuan Bogor ini.
Dari data Puskapol tersebut, lanjut dia, nomor urut juga turut menentukan keterpilihan perempuan. "Dari nomor urut 1 perempuan yang terpilih sebanyak 48%, sementara laki-laki 68%, sementara di nomor urut 2 perempuan yang terpilih sebanyak 25% dan laki-laki 17%, lalu nomor urut tiga perempuan yang terpilih sebanyak 3 persen dan laki-laki 25%. Itu maknanya agar berjuang untuk mendapatkan nomor urut atas karena secara psikologis ini masih menjadi pertimbangan pemilih untuk memilih. Partai politik juga tak mudah memberikan nomor urut, sehingga para perempuan perlu terus berjuang dari awal,” tuturnya lagi.
Dia menyatakan, dari Pemilu 2019 keterpilihan caleg perempuan berdasarkan partai politik yang dapat berhasil ke Senayan (DPR RI) hanya 20, 52% , atau 118 dari 575 caleg terpilih DPR RI.
“DPD RI sendiri faktanya mampu menembus angka keterwakilan 30 persen, meskipun ada di delapan provinsi yang belum ada anggota DPD Provinsi. Ini merupakan batu ujian, apakah keterwakilan perempuan minimal 30 persen itu mampu menjawab kebutuhan dan keinginan dari kita semua,” tegas dia.
BACA JUGA:Sidang Kasus Gedung Pengering Gabah, Kejari OKUS Hadirkan Ahli Keuangan Negara
Koordinator Divisi Pencegahan, Partisipati Masyarakat, dan Hubungan Masyarakat Bawaslu ini menyatakan Bawaslu senantiassa melakukan pengarusutamaan gender dalam setiap kegiatan.
“Dalam perekrutan yang masih belum terpenuhi keterwakilan perempuan sebesar 30% menjadi PR (pekerjaan rumah) buat Bawaslu. Tetapi, sejauh ini dalam setiap kegiatan, sebanyak 40 sampai 50 persen peserta adalah kalangan perempuan agar nanti terlibat dalam melakukan upaya pencegahan pelanggaran pemilu,” tegas Lolly.(*)