Perkembangan Kasus ACT? Petinggi Yayasan Segera Disidang

Kamis 27-10-2022,09:12 WIB
Editor : Dendi Romi

JAKARTA, SUMEKS.CO - Bagaimana perkembangan kasus penggelapan uang Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT)? Kasus dugaan penggelapan dalam jabatan di Yayasan ACT memasuki babak baru. Penyidik Bareskrim Polri telah melimpahkan berkas perkara tersangka dan barang bukti atau tahap II ke Kejagung melalui Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan, Rabu 26 Oktober 2022.

Namun, pelimpahan tahap II baru dilakukan terhadap tiga dari empat tersangka, yakni Ibnu Khajar, Heriyana Hermain, dan Ahyudin. Setelah pelimpahan itu ketiga tersangka dititipkan oleh kejaksaan di Rumah Tahanan (Rutan) Bareskrim Polri, Jakarta Selatan.

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Ketut Sumedana mengatakan bahwa tiga tersangka saat ini ditahan di Rutan Bareskrim Mabes Polri.

"Tiga tersangka tersebut ditahan di Rutan Bareskrim Mabes Polri selama 20 hari terhitung mulai tanggal 26 Oktober 2022 hingga 14 November 2022,” kata Ketut Sumedana, Rabu. Pokok perkara dugaan penggelapan atau penggelapan dalam jabatan di Yayasan ACT ini terjadi dalam rentang waktu tahun 2021-2022. Perbuatan tindak pidana itu dilakukan Ahyudin selaku Ketua Pembina Yayasan ACT, Novariyadi Imam Akbari, Heriyana Hermain, serta Ibnu Khajar selaku pengurus.

BACA JUGA:20 Hari Pertama, 4 Petinggi ACT Dijebloskan ke Rutan Bareskrim Polri

Penyidik Subdit V Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Ditipideksus) Bareskrim Polri Kombes Andri Sudarmadji menyebut pelimpahan satu tersangka atas nama Novariyadi Imam Akbari akan dilakukan berikutnya. "Satu tersangka menyusul, ada yang perlu dilengkapi lagi," kata Andri.

Andri menyebut pelimpahan tahap II untuk tersangka Novariyadi Imam Akbari menunggu informasi dari kejaksaan.

Sementara itu, Kepala Kejari Jaksel Syarief Sulaiman Nahdi mengatakan setelah pelimpahan tahap II, pihaknya langsung menyusun surat dakwaan untuk menyidangkan perkara para terdakwa.

"Kami segera menyusun surat dakwaan," kata Syarief. Kasus ACT itu berawal adanya kecelakaan Pesawat Lion Air JT-610 pada 18 Oktober 2018 yang diproduksi oleh Boeing. Lantas pihak Boeing memberikan dana BCIF kepada ahli waris korban kecelakaan pesawat. Namun, uangnya tidak diberikan secara tunai, tetapi dalam bentuk pembangunan atau proyek sarana pendidikan atau kesehatan. Pihak Boeing meminta ahli waris menunjuk lembaga atau yayasan bertaraf internasional untuk menyalurkan dana BCIF tersebut.

Masing-masing ahli waris mendapat dana sebesar 144.550 dolar AS atau senilai Rp 2,066 miliar dari Boeing. Atas rekomendasi 69 ahli waris melalui seleksi pada tanggal 28 Januari 2021, ACT menerima pengiriman dana dari Boeing sebesar Rp138, 54 miliar.

BACA JUGA:Polisi Sebut Ketum Koperasi Syariah 212 Terima Rp10 Miliar dari ACT

Walakin, dari dana BCIF yang semestinya dipakai mengerjakan proyek yang telah direkomendasikan oleh ahli waris korban tidak digunakan seluruhnya. Sebagian uang itu malah dipakai untuk kepentingan yang bukan peruntukannya. Pada pelaksanaannya, penyaluran dana Boeing (BCIF) tidak melibatkan para ahli waris dalam penyusunan rencana maupun pelaksanaan proyeknya. Pihak Yayasan ACT juga tidak memberitahukan kepada pihak ahli waris soal dana Boeing (BCIF) yang diterima dari pihak Boeing. Diduga pengurus Yayasan ACT melakukan penggunaan dana tidak sesuai peruntukannya untuk kepentingan pribadi berupa pembayaran gaji dan fasilitas pribadi, operasional perusahaan serta kegiatan lain di luar program Boeing.

Tersangka Ahyudin, Ibnu Khajar, dan Heriyana disangka telah menggunakan dana BCIF sebesar Rp117,98 miliar untuk kegiatan di luar implementasi Boeing tanpa seizin dan sepengetahuan ahli waris korban kecelakaan Maskapai Lion Air Pesawat Boeing 737 Max 8 maupun dari perusahaan Boeing sendiri.

Keempat tersangka dijerat pasal berlapis, yakni Pasal 372 KUHP dan Pasal 374 KUHP dan Pasal 45 a Ayat (1) juncto Pasal 28 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE. Para terdakwa juga dijerat dengan Pasal 170 Juncto Pasal Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 sebagaimana telah diubah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2004 tentang Perubahan UU Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan Pasal 3,4 dan 6 UU Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencucian Uang, dan Pasal 55 KUHP Juncto Pasal 56 KUHP. (antara/jpnn)

 

Kategori :