Peringati Hari Santri, Menteri Agama Yaqut Ungkap Pentingnya Aksara Pegon

Sabtu 22-10-2022,08:25 WIB
Editor : Rahmat

SUMEKS.CO, Kongres Aksara Pegon digelar mulai 21-23 Oktober di Jakarta. 

Konggres ini untuk memperingati Hari Santri Nasional 2022, yang jatuh pada 22 Oktober ini.

Menteri Agama H Yaqut Cholil Qoumas yang membuka kongres mengatakan, akan pentingnya Aksara Pegon sebagai Media Syiar Ulama Nusantara.  

Kongres Aksara Pegon bertajuk “Mengawal Peradaban Melalui Digitalisasi Aksara Pegon” di Jakarta pada Jum’at (21/10) malam. 

Gagasan gelaran Kongres Aksara Pegon berawal ketika Menteri Agama melakukan kunjungan ke beberapa daerah. 

BACA JUGA:Pajak Roket

Dalam kunjungan itu ia menemukan ada beberapa aksara daerah yang mulai hilang, sehingga untuk menjaga dan melestarikannya aksara pegon perlu dibakukan agar tidak hilang.  

Aksara Pegon adalah tulisan yang menggunakan huruf Arab atau hijaiyyah,akan tetapi bahasa yang dipakai adalah bahasa Sunda, Jawa, bahasa Indonesia dan bahasa daerah lainnya. Jenis karya tulis ini banyak dijumpai dalam karya ulama Nusantra.   

Gus Yaqut, mengungkapkan bahwa umat Islam Indonesia berutang banyak terhadap aksara pegon.  

Dalam arti, mungkin masyarakat Muslim tidak akan bisa merasakan kenikmatan berislam di bumi Nusantara andai kata tidak ada huruf pegon yang menjadi perantara syiarnya. 

BACA JUGA:Pilpres itu Ibarat Memilih Pilot dan Co-pilot, Rakyat Penumpangya

“Misalnya Suluk Sunan Bonang menggunakan aksara pegon untuk syiar dakwah. Utang ini tentu harus kita bayar. Kita bayar dengan cara menjaganya agar tidak hilang,” katanya di hadapan ratusan hadirin.

Di era kontemporer, lanjut Gus Yaqut, ada beberapa ulama Nusantara yang menulis kitab dengan menggunakan aksara pegon, seperti Kitab Tafsir Al-Ibris karangan KH Bisri Musthofa asal Rembang dan kitab terjamah Munfarijah karangan KH Sahal Mahfudh, Rais Aam PBNU 1999-2014.   

 “Banyak kitab kontemporer yang bermanfaat bagi peradaban keislaman yang ditulis dalam aksara pegon. Pegon juga penting, karena kita bisa menyusun teks sastra yang dapat ditembangkan,” ujar Ketua Umum Pimpinan Pusat GP Ansor ini. 

 Menurut Menag Yaqut, aksara pegon juga berfungsi untuk surat menyurat terutama di kalangan santri pesantren zaman dahulu.    “Raja-raja zaman dahulu juga menggunakan aksara pegon sebagai media komunikasi kepada raja-raja lainnya agar kolonial tidak paham dan tidak membaca. Huruf (pegon) sangat taktis yang dapat digunakan untuk mengelabui kolonial,” jelasnya. 

Kategori :