PALEMBANG, SUMEKS.CO - Tim penyidik Unit 1 Subdit 3 Tipidkor Ditreskrimsus Polda Sumsel menetapkan bekas Ketua Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK) Sumsel berinisial SS masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) polisi.
SS sebagai satu dari dari dua tersangka kasus dugaan korupsi proyek penimbunan dan pembuatan turap pada RS Rivai Abdullah (RS Kundur) Banyuasin senilai Rp 12,3 miliar yang dananya bersumber dari APBD Kabupaten Banyuasin tahun 2017.
SS dan Mujib Anwar ST selaku pelaksana proyek ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik Unit 1 Subdit III Tipidkor Ditreskrimsus Polda Sumsel pimpinan AKP Harmianto,SH.
Di tahun 2021 lalu dalam kasus yang sama Tipikor Polda Sumsel telah lebih dulu menetapkan empat orang tersangka, dua diantaranya meninggal dunia.
BACA JUGA:Dardanela, Kades Tanjung Menang Musi, Kabupaten Banyuasin Jadi Tersangka Korupsi Dana Desa
Sedangkan, dua tersangka lain Rusman (49) selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek ini serta Junaidi (45) selaku Direktur PT Palcon Indonesia sebagai pelaksana proyek.
"Untuk tersangka SS yang menjabat sebagai Direktur PT Karyatama Saviera yang terlibat di proyek ini sebelumnya melakukan upaya prapedlradilan terkait penetapanya sebagai tersangka tapi ditolak pengadilan," kata Direktur Ditreskrimsus Polda Sumsel, Kombes Pol M Barly Ramdhany SIK SH saat rilis ungkap kasus ini Kamis 8 September 2022.
Barly yang didampingi Wadir Ditreskrimsus Polda Sumsel AKBP Putu Yudha Prawira SIK MH juga menyebut jika modus operandi kasus ini kedua tersangka bersama keenam tersangka yang lain dengan sengaja melakukan pekerjaan yang menyalahi kontrak serta mengurangi volume pekerjaan.
Dan setelah dilakukan perhitungan ulang oleh konsultan independen dari Polban Bandung serta hasil audit KPK, negara dirugikan untuk jasa konsultan sebesar Rp 5,1 miliar dan untuk pekerjaan konstruksi senilai Rp 4,8 miliar.
BACA JUGA:Dihukum 1 Tahun Penjara, Terdakwa Korupsi Upah Pungut Pajak Dispenda OKU-Jaksa Kompak Menerima
Di antaranya tenaga ahli CV Cipta Daya Persada (CDP) di lapangan berbeda dengan dengan dokumen kontrak.
Selain itu, adanya biaya sondir yang harusnya dikerjakan di empat titik tapi hanya dilaksanakan di dua titik.
"Juga ditemukan hasil soil investigation dari PT CDP tidak resmi yang dikeluarkan oleh Politeknik Negeri Sriwijaya berdasarkan dokumen yang diterima ada dilakukan penyelidikan," terang Barly.
Selain itu, pada proyek yang dikerjakan di pertengahan 2017 silam ada temuan pengurangan volume pekerjaan untuk beberapa item.
BACA JUGA:Diam-Diam KPK Selidiki Kasus Korupsi PT SMS Milik Pemprov Sumsel