Kuasa Hukum Protes: Pemberitaan Pakai Foto Lama hingga Pelimpahan Perkara Haji Halim Dinilai Menyesatkan
Kuasa Hukum Protes: Pemberitaan Pakai Foto Lama hingga Pelimpahan Perkara Haji Halim Dinilai Menyesatkan--
SUMEKS.CO,- Tim Penasehat Hukum Haji Abdul Halim Ali melayangkan hak jawab kepada sejumlah media atas pemberitaan pelimpahan perkara dugaan pemalsuan dokumen SPPF Jalan Tol Betung–Tempino–Jambi yang dinilai sepihak.
Ketua tim kuasa hukum, Dr. Jan S. Maringka, dari rilis yang diterima redaksi Kamis 27 November 2025 menegaskan bahwa penggunaan foto-foto lama saat penyidikan bulan Maret 2025 seolah-olah menggambarkan kondisi terkini kliennya adalah tindakan yang berpotensi membentuk opini publik yang keliru.
Menurut Jan, pada saat proses Tahap II dilakukan, kliennya dalam kondisi sakit berat dan masih menjalani perawatan intensif di RSU Siti Fatimah Palembang selama hampir satu tahun.
Bahkan ketika penangkapan terjadi pada 10 Maret 2025, Haji Halim yang berusia 88 tahun disebut masih terbaring lemah dan bergantung pada alat bantu oksigen.
BACA JUGA:Tersangka H Halim dan Barang Bukti Kasus Korupsi Tol Betung–Tempino diserahkan ke JPU
Kondisi medis tersebut pula, yang membuat Rutan Pakjo menolak proses penahanan kala itu sehingga penyidik menetapkan status pembantaran disertai pemasangan ankle monitor selama lebih dari sembilan bulan.
Jan menyebut, pemberitaan yang menampilkan foto seolah-olah kliennya hadir di kejaksaan dalam keadaan sehat justru memperburuk stigma publik terhadap proses hukum yang sedang berjalan.

Haji Halim terbaring lemah di RSUD Siti Fatimah Az-Zahra Palembang --Doc Sumeks.co
Lebih jauh, ia menilai pelimpahan perkara dari tahap penyidikan ke penuntutan dilakukan secara terburu-buru tanpa pemenuhan unsur pokok, terutama terkait dugaan kerugian negara yang hingga kini tidak pernah ditemukan.
Ia menjelaskan, sesuai Pasal 139 KUHAP, penuntut umum berwenang menentukan apakah perkara layak dilimpahkan ke pengadilan atau dihentikan karena tidak cukup bukti.
Sementara Pasal 141 KUHAP memberi ruang bagi jaksa untuk menggabungkan perkara yang saling berkaitan sebelum menyusun surat dakwaan.
“Dalam kasus ini jaksa harus benar-benar meneliti apakah betul terjadi pemalsuan SPPF pada empat bidang lahan seluas 37 hektare, padahal klien kami memiliki HGU atas 12.700 hektare kebun sawit. Tidak ada pihak lain yang mengklaim lahan maupun tanaman yang dipermasalahkan,” ujar Jan.
BACA JUGA:Ribuan Jemaah Gelar Istighosah Doakan Kesembuhan dan Kebebasan Hukum Haji Halim
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:


