Kisah Yenny Puspitasari: Mengangkat Songket Behembang Lingge dari Desa Lingga ke Panggung Nasional

Kisah Yenny Puspitasari: Mengangkat Songket Behembang Lingge dari Desa Lingga ke Panggung Nasional

Yenny Puspitasari, Ketua SIBA Songket, memperlihatkan hasil tenun Songket Behembang Lingge khas Desa Lingga, Muara Enim.--

SUMEKS.CO - “Dulu saya hanya ibu rumah tangga,” kenang Yenny Puspitasari. Namun, semangatnya membawa perubahan besar bagi Desa Lingga, Muara Enim.

Tahun 2016 menjadi titik awal perjalanan ketika Yenny bersama ibu-ibu PKK mencari cara untuk menambah penghasilan keluarga.

Niat sederhana itu mendapat dukungan penuh dari PT Bukit Asam Tbk (PTBA) melalui program CSR. Bantuan berupa alat tenun, benang, dan pembimbing menjadi modal utama lahirnya Sentra Industri Bukit Asam (SIBA) Songket. Dari sinilah Songket Behembang Lingge lahir, bukan sekadar kain tenun, melainkan simbol identitas dan sejarah desa.

Songket dengan Identitas Sejarah Desa Lingga

Songket Behembang Lingge berbeda dari songket Palembang pada umumnya. Ciri khasnya terletak pada motif yang sarat makna sejarah Desa Lingga.

BACA JUGA:Kisah Inspiratif Rio Fernando, Lulusan Cum Laude Bidiksiba PTBA yang Kini Jadi PNS

BACA JUGA:PTBA Tegaskan Komitmen Penyelesaian Proyek CHF TLS 6 & 7 Secara Berkeadilan Demi Ketahanan Energi Nasional

Yenny menjelaskan bahwa motif tumpal berisi kujur, keris, dan gung—simbol budaya yang tak ditemukan pada songket daerah lain.

Motif utama terdiri dari tiga bunga: Bunga Rosela, Bunga Kertas, dan Bunga Tanjung. Hebatnya, motif Bunga Tanjung sudah memperoleh hak paten pada tahun 2024.

Keunikan ini memperkuat posisi Songket Behembang Lingge sebagai identitas lokal yang layak menjadi kebanggaan masyarakat Muara Enim.

Yenny juga berharap songket ini digunakan dalam seserahan pernikahan agar masyarakat lebih memilih produk asli Desa Lingga dibanding songket luar daerah.

BACA JUGA:PTBA Cetak Tenaga Mekanik Andal, Siap Perkuat Kinerja dan Dukung Target Produksi Perusahaan

BACA JUGA:Meriahkan Hadiknas 2025, PTBA Gelar Ukir Cita Bersama Siswa SLB Palembang Lewat Seni

Tak berhenti di pelestarian budaya, SIBA Songket juga menghadirkan inovasi ramah lingkungan. Pewarna sintetis diganti dengan pewarna alami berbahan kunyit, daun jambu biji, secang, dan pinang.

Hasilnya, tidak hanya mengurangi dampak pencemaran lingkungan, tetapi juga meningkatkan nilai jual. Jika songket dengan pewarna sintetis dihargai Rp3 juta, maka songket premium dengan pewarna alami bisa mencapai Rp5 juta per setel. Peningkatan nilai ini berdampak langsung pada kesejahteraan para pengrajin.

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Temukan Berita Terkini kami di WhatsApp Channel

Sumber: