Tradisi Rebo Wekasan Hari Diturunkannya Bala, Kata Buya Yahya Sebaiknya Lakukan Hal ini
jawaban Buya Yahya terkait tradisi Rebo Wekasan--
SUMEKS.CO – Rebo Wekasan menjadi hari diturunkannya 320 ribu Bala. Apa penjelasan islam mengenai tradisi tolak bala Rebo Wekasan.
Berikut penjelasan Buya Yahya, Pengasuh Pondok Pesantren Al-Bahjah Cirebon.
Praktik Rebo Wekasan, menurut Buya Yahya, pada dasarnya berasal dari inspirasi seorang ulama yang saleh, bukan dari ajaran Nabi Saw. Oleh karena itu, penting bagi umat Islam untuk memahami konsep ini dengan baik agar tidak terjadi kebingungan.
"Kisah tentang Rebo Wekasan yang kami dengar adalah, ada seorang yang saleh yang mengatakan bahwa di bulan ini, malam ini, akan terjadi bencana seperti ini, ini, dan ini. Kita seharusnya tidak menganggapnya sebagai perkataan Nabi," katanya.
Lalu, apakah kita boleh mempercayai inspirasi yang diterima oleh orang-orang saleh mengenai suatu peristiwa tertentu? Dalam hal ini, Buya Yahya menjelaskan bahwa selama apa yang dikatakan oleh orang tersebut tidak bertentangan dengan syariat Islam, umat diberikan kebebasan untuk mempercayainya atau tidak.
BACA JUGA:3 Larangan Rebo Wekasan, Berani Melanggar Nyawa Taruhannya
"Ilham yang diterima oleh ulama-ulama dan orang-orang saleh bukanlah hujjah yang mengikat. Tidak wajib bagi kita untuk mengikuti inspirasi atau perkataan mereka, selama tidak ada dasar dari Al-Quran dan Hadis Nabi. Jadi, jika ada berita hari ini tentang Rebo Wekasan dan potensi musibah, Anda bebas mempercayainya atau tidak. Tidak masalah, karena itu bukan berasal dari ajaran Nabi," jelasnya.
Namun, Buya Yahya juga menambahkan bahwa jika ada seseorang yang saleh yang menganjurkan untuk melakukan suatu amalan tertentu, selama amalan tersebut tidak melanggar syariat Islam, maka amalan tersebut boleh dilakukan dengan niat mengikuti Nabi, bukan orang tersebut.
Dengan demikian, dalam konteks Rebo Wekasan, Buya Yahya tidak memandang negatif terhadap praktik yang umumnya dilakukan oleh umat Islam pada hari tersebut, asalkan tidak melanggar prinsip-prinsip syariat Islam.
"Jadi, dalam hal Rebo Wekasan ini, siapa yang tidak ingin melakukannya, itu tidak masalah. Bagi yang ingin, silakan. Yang penting, apa yang kita lakukan tidak bertentangan dengan ajaran Allah," tegasnya.
Melalui kanal YouTube Al-Bahjah TV Buya Yahya menjelaskan, pada prinsipnya amalan sunah yang biasa dilakukan umat Islam sah untuk dilakukan tanpa harus menunggu momen Rebo Wekasan.
BACA JUGA:Amalkan Ritual ini Agar Terhindar dari 320 Ribu Balak Rebo Wekasan
"Kalau orang punya amalan seperti membaca Yasin, membaca doa, bersedekah, agar ditolak dari bencana, itu amalan yang sah. Bukan saja di Rebo Wekasan, malam kapanpun boleh," kata Buya Yahya.
Terkait sholat Rebo Wekasan, Buya Yahya menegaskan bahwa sholat sunah pada malam hari termasuk dalam sholat sunnah mutlak, yaitu sholat yang tidak terbatas pada jumlah rakaat tertentu.
"Sholat malam/sholat mutlak itu bebas. Berapa rakaat pun sah. Anda lakukan 2 rakaat, 4 rakaat, kemudian setelah sholat Anda berdoa memohon dijauhkan dari bala, ya sah," ungkapnya.
Oleh sebab itu, kata Buya Yahya, Sholat Rebo Wekasan seyogianya diniatkan sebagai sholat sunah hajat meminta kepada Alla Swt dijauhkan dari bala agar menjadi sah untuk dilakukan.
Pahami dasar hukum dengan benar
Lebih lanjut ulama kharismatik itu menekankan, bahwa setiap Muslim hendaknya tidak mudah menyalahkan suatu amalan, pun sebaliknya, ketika akan melaksanakan sebuah amalan, harus mengetahui dasar hukumnya dengan baik dan benar.
"Maksud kami itu agar Anda jangan gampang menghujat ini gak bener, dan sebagainya. Cuma kalau mau ikutan jangan sampai berdusta atas Nabi," ujarnya.
Mitos Rebo Wekasan masih dipercayai oleh masyarakat Indonesia. Rebo Wekasan mungkin sudah menjadi hal yang familiar. Namun, masih banyak yang tidak tahu persis apa yang dimaksud dengan Rebo Wekasan.
Rebo Wekasan adalah sebuah tradisi perayaan yang jatuh pada Rabu terakhir bulan Safar dan masih dijalankan oleh sebagian masyarakat muslim Indonesia, terutama di beberapa daerah.
Pada tahun ini, Rebo Wekasan jatuh pada Rabu, 27 Safar 1445 H, bertepatan dengan tanggal 13 September 2023. Biasanya, ada beberapa ritual yang dilakukan oleh masyarakat dalam rangka menolak bala atau musibah pada hari Rebo Wekasan.
Tradisi Rebo Wekasan masih berlangsung hingga saat ini di beberapa wilayah di Indonesia, seperti Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Banten. Berikut ini adalah beberapa mitos seputar Rebo Wekasan yang masih dipercayai oleh masyarakat Indonesia:
1. Dilarang Keluar Rumah: Mitos pertama yang dianut adalah larangan untuk keluar rumah pada hari Rebo Wekasan. Hal ini diyakini karena pergi ke luar rumah pada hari tersebut dianggap dapat mendatangkan musibah seperti kecelakaan dan lain sebagainya. Oleh karena itu, pada malam Rebo Wekasan, masyarakat disarankan untuk tetap berada di dalam rumah sambil memanjatkan doa kepada Allah SWT.
2. Dianggap Dapat Mendatangkan Musibah : Menurut kepercayaan masyarakat Arab kuni, Rebo Wekasan dianggap sebagai hari di mana bala musibah diturunkan untuk satu tahun ke depan. Oleh karena itu, pada hari tersebut, dianjurkan untuk mengingat Allah dan banyak melakukan istighfar (memohon ampun). Bepergian jauh juga dihindari kecuali jika ada keperluan yang sangat mendesak.
3. Larangan Menikah: Mitos yang umum dipercayai adalah larangan untuk melangsungkan pernikahan pada hari Rebo Wekasan. Masyarakat meyakini bahwa jika seseorang menikah pada hari tersebut, pernikahan tersebut akan berakhir dengan perceraian dan tidak akan berlangsung lama.
Demikianlah mitos-mitos seputar Rebo Wekasan yang masih menjadi bagian dari kepercayaan masyarakat di Indonesia. Meskipun sebagian besar mitos ini bersifat tradisional dan tidak memiliki dasar ilmiah, mereka masih menjadi bagian penting dari budaya dan keyakinan masyarakat Indonesia yang menjadikan Rebo Wekasan sebagai hari yang istimewa.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: