Banner Pemprov
Pemkot Baru

Selain Perintah Terdakwa, Saksi Bongkar Aliran Dana Proyek Peta Desa Digunakan Keluarga Darul Effendi Tamasya

Selain Perintah Terdakwa, Saksi Bongkar Aliran Dana Proyek Peta Desa Digunakan Keluarga Darul Effendi Tamasya

Selain Perintah Terdakwa, Saksi Bongkar Aliran Dana Proyek Peta Desa Digunakan Keluarga Darul Effendi Tamasya ke Bogor--

BACA JUGA:Soal Aktor Lain dalam Kasus Korupsi Peta Desa Lahat, Kejari Janji Tanggapi di Persidangan Kamis

BACA JUGA:Eksepsi Terdakwa Korupsi Peta Desa Lahat Melawan Beberkan Keterlibatan Pihak Lain Layak Jadi Tersangka

Meski mengaku tidak menikmati dana Rp50 juta itu, saksi akhirnya mengakui di bawah desakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) bahwa ia sempat menerima Rp3 juta dari Darul.

Dana tersebut digunakan untuk kegiatan operasional dinas, sementara sisanya Rp7 juta dipakai untuk kebutuhan pribadi terdakwa Darul.


Terdakwa Darul Effendi (peci hitam) diperlihatkan bukti oleh jaksa Kejari Lahat dihadapan majelis hakim Tipikor PN Palembang--

Kasus korupsi ini sendiri berawal dari program pembuatan peta desa yang dianggarkan Pemerintah Kabupaten Lahat pada 2023.

Dari 244 desa yang ada, masing-masing mendapat alokasi Rp35 juta, dengan total anggaran mencapai Rp8,5 miliar lebih. Program ini seharusnya mendukung tata kelola pembangunan berbasis wilayah desa.

Namun, fakta di lapangan menunjukkan sebagian besar desa tidak pernah menerima peta yang dijanjikan.

Audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) kemudian menemukan adanya penyimpangan besar yang mengakibatkan kerugian negara hingga Rp4,1 miliar. 

Dari jumlah itu, Darul Effendi disebut menerima Rp80 juta, sementara Angga Muharram memperkaya diri hingga Rp2,1 miliar.

Meski Darul telah mengembalikan sebagian dana yang ia terima, jaksa menegaskan hal itu tidak menghapus unsur tindak pidana. 

Jaksa mendakwa Darul dengan pasal berlapis, yakni Pasal 2 ayat (1), Pasal 3 jo Pasal 18, serta Pasal 12 huruf b Undang-Undang Tipikor.

Sementara Angga Muharram harus menghadapi dakwaan memperkaya diri sendiri, dengan ancaman hukuman berat karena belum mengembalikan kerugian negara.

Kasus ini pun menjadi sorotan masyarakat luas, khususnya di Kabupaten Lahat. Program yang seharusnya membantu perencanaan pembangunan desa justru berubah menjadi ladang bancakan oknum pejabat.

Publik kini menanti pembuktian lebih lanjut, apakah kedua terdakwa akan mendapatkan hukuman setimpal atas perbuatannya yang merugikan negara sekaligus rakyat kecil.

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Temukan Berita Terkini kami di WhatsApp Channel

Sumber: