Begini Perjuangan Atase Hukum Malaysia Tangani 150 WNI Terancam Hukuman Mati
Kuala Lumpur, SUMEKS.CO- Sebanyak 150 Warga Negara Indonesia (WNI) tercatat menghadapi ancaman hukuman mati di berbagai wilayah Semenanjung Malaysia.
Data terkini yang dihimpun KBRI Kuala Lumpur bersama KJRI Penang dan KJRI Johor Bahru menunjukkan bahwa para WNI tersebut tengah berada pada beragam tahap proses hukum, mulai dari penyidikan, persidangan, hingga upaya banding.
Mayoritas kasus berkaitan dengan tindak pidana narkotika, baik sebagai kurir, korban penipuan sindikat, maupun keterlibatan tanpa pemahaman risiko.
Selain itu, terdapat pula kasus pembunuhan dan tindak pidana berat lainnya yang membutuhkan penanganan hukum intensif.
Atase Hukum KBRI Kuala Lumpur bersama jajaran konsuler telah menjalankan sejumlah langkah untuk memastikan setiap WNI memperoleh pendampingan hukum yang memadai.
BACA JUGA:Kanwil Kemenkum Babel Gelar Upacara Peringatan HUT Korpri ke-54 Tahun 2025
BACA JUGA: Kemenkum Babel Serahkan Sertifikat Indikasi Geografis, “Nanas Bikang” ke Pemkab Bangka Selatan
Bentuk dukungan tersebut meliputi:
Penunjukan pengacara bagi WNI yang tidak mampu secara finansial.
Pemantauan langsung persidangan, terutama pada agenda-agenda penting.
Kunjungan konsuler untuk memastikan kondisi fisik dan mental tahanan tetap stabil.
Komunikasi intensif dengan pihak kepolisian, kejaksaan, mahkamah, dan lembaga pemasyarakatan Malaysia.
Dukungan advokasi hingga proses permohonan pengampunan kepada Yang di-Pertuan Agong maupun Sultan Negeri.
Upaya tersebut dilakukan untuk menjamin setiap WNI mendapatkan proses hukum yang layak sesuai ketentuan Malaysia.
Dalam kegiatan “Review Penanganan Kasus WNI Terancam Hukuman Mati dan Non-Hukuman Mati di Malaysia” pada Selasa 02 Desember 2025 Kuasa Usaha Ad Interim (KUAI) KBRI Kuala Lumpur, Danang Waskito, menegaskan bahwa penanganan kasus di lapangan masih menghadapi tantangan besar.
Menurutnya, setiap perkara memiliki dinamika berbeda, mulai dari kesulitan pembuktian, hambatan bahasa, hingga proses banding yang memakan waktu panjang.
“Koordinasi lintas lembaga menjadi kunci utama untuk memperkuat efektivitas pelindungan hukum dan diplomatik bagi para WNI,” ujar Danang.
Ia juga menekankan perlunya langkah preventif berupa edukasi hukum bagi calon pekerja migran agar memahami konsekuensi hukum di negara tujuan.
Sekretaris Ditjen Administrasi Hukum Umum Kemenkum RI, Hantor Situmorang, menyampaikan bahwa Atase Hukum merupakan perpanjangan tangan Ditjen AHU di luar negeri.
Peran ini mencakup isu status kewarganegaraan serta layanan hukum di bidang pidana, seperti:
pemberian pendapat hukum,
keterangan ahli,
grasi, amnesti, abolisi, dan rehabilitasi (yang saat ini tengah disiapkan dalam RUU khusus),
serta kerja sama hukum lintas negara, termasuk Mutual Legal Assistance, ekstradisi, dan transfer narapidana.
Hantor berharap kegiatan diskusi tersebut menghasilkan rekomendasi komprehensif untuk memperkuat peran Atase Hukum dalam menghadapi dinamika kasus-kasus WNI di Malaysia.
Malaysia saat ini tengah menjalankan reformasi terhadap aturan hukuman mati, termasuk penghapusan mandatory death penalty pada sejumlah tindak pidana.
Hakim kini memiliki kewenangan untuk menjatuhkan hukuman alternatif seperti penjara seumur hidup atau penjara jangka panjang.
Meski demikian, hukuman mati tetap diberlakukan dalam sistem peradilan Malaysia untuk kasus tertentu, seperti narkotika, pembunuhan, serta pelanggaran senjata api.
Karena itu, diperlukan perhatian dan upaya diplomatik berkelanjutan dari pemerintah Indonesia untuk melindungi WNI yang menghadapi ancaman tersebut.