Haruskah Bencana di Sumatera Ditetapkan sebagai Bencana Nasional

Senin 01-12-2025,20:41 WIB

Oleh: Nabila Anzelina Putri, Mahasiswa Prodi Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UIN Raden Fatah Palembang, NIM 24051420106, nabilaanzelinaptr@gmail.com


Nabila Anzelina Putri, Mahasiswa Prodi Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UIN Raden Fatah Palembang.-Dok.Sumeks.co-

 

Pada 26 sampai 28 November 2025 telah terjadi banjir bandang dan tanah longsor di Sumatera Utara, Sumatera Barat, dan Aceh. Bencana yang terjadi tidak hanya merusak rumah warga, tapi juga memutus akses jalan, menghentikan kegiatan ekonomi, dan memakan banyak korban.

Data dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) per 29 November 2025 menunjukkan bahwa sebanyak 303 orang meninggal dunia, 279 orang hilang, dan 18 orang luka-luka. Angka ini sudah menunjukkan besarnya skala bencana yang terjadi.

Di tengah kondisi darurat ini, muncul pertanyaan apakah bencana tersebut perlu ditetapkan sebagai bencana nasional atau tidak. Pemerintah pusat, melalui Kepala BNPB Suharyanto, menyatakan bahwa status bencana nasional belum bisa diberikan karena terdapat syarat yang belum terpenuhi. Dalam Pasal 7 ayat 2 Undang-Undang (UU) Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, terdapat lima indikator dalam penetapan status bencana, yaitu: jumlah korban, kerugian harta benda, kerusakan prasarana dan sarana, cakupan luas wilayah yang terkena bencana, dan dampak sosial ekonomi yang ditimbulkan. 

Jika telah melampaui kapasitas pemerintah daerah dan membutuhkan penanganan penuh dari pemerintah pusat, maka status bencana dapat dinaikkan menjadi bencana nasional. Dan dalam kasus ini, Kepala BNPB Suharyanto menyatakan bahwa situasi di Sumatera Utara, Sumatera Barat, dan Aceh belum mencapai level ini. Namun, banyak pihak yang telah mendesak pemerintah untuk segera menetapkan peristiwa di Sumatera sebagai bencana nasional, di antaranya adalah Anggota Komisi VII DPR Dini Rahmania, serta Koalisi Masyarakat Sipil Peduli Bencana Aceh.

Bencana ini tidak hanya terjadi di satu provinsi, melainkan di tiga provinsi sekaligus. Bencana ini juga telah memakan banyak korban, dan berdasarkan jumlah korban serta besarnya kerusakan yang terjadi, bencana ini tidak bisa dianggap sebagai bencana alam biasa. 

Terputusnya jalur lintas Sumatera juga berdampak besar bagi mobilitas logistik nasional. Banyak wilayah yang masih sulit dijangkau karena akses jalan yang rusak dan kekurangan persediaan alat berat. Kondisi ini memperlihatkan bahwa kapasitas pemerintah daerah sudah terbatas dan membutuhkan bantuan yang lebih besar dari pemerintah pusat.

Penetapan status sebagai bencana nasional perlu dilakukan. Skala bencana yang melanda tiga provinsi sekaligus sudah menunjukkan bahwa ini bukan bencana yang hanya bisa ditangani oleh pemerintah daerah saja. Jumlah korban yang terus bertambah, akses jalan yang terputus, dan krisis logistik yang terjadi di berbagai titik sudah cukup untuk menunjukkan bahwa kondisi ini sudah terbilang sangat darurat. Menunda penetapan status bencana nasional hanya akan membuat penanganan berjalan lebih lambat.

Bencana ini seharusnya menjadi pengingat bahwa negara harus lebih cepat dalam merespons keadaan darurat, terutama ketika korban jiwa telah mencapai ratusan jiwa. Status bencana nasional juga menjadi langkah penting agar penanganan terhadap bencana terlaksana secara maksimal dan cepat. 

Pada akhirnya, keselamatan dan keamanan masyarakat harus menjadi prioritas. Dalam kondisi seperti ini, waktu adalah hal yang sangat berharga. Dan pemerintah perlu mengambil langkah yang paling tepat dan cepat demi menyelamatkan lebih banyak nyawa.

Tags :
Kategori :

Terkait