Paradoks pengetahuan tidak akan pernah terselesaikan, karena ia adalah bagian dari kodrat manusia.
Kita diciptakan untuk berpikir tanpa henti, tetapi juga diingatkan untuk berhenti sejenak agar tidak kehilangan makna.
Di titik inilah pengetahuan bertransformasi menjadi kebijaksanaan: bukan sekadar mengetahui lebih banyak, melainkan memahami lebih dalam.
Filsafat Timur, termasuk dalam tradisi Kejawen, memandang ilmu bukan sebagai tumpukan fakta, tetapi sebagai jalan menuju keseimbangan batin.
Ngelmu kang ora kasandhung lan ora kasandhun
Ilmu yang tidak menyesatkan dan tidak menyesakkan hanya dapat diperoleh bila pengetahuan dipadukan dengan kesadaran, bukan hanya ambisi intelektual.
Menjelajahi pengetahuan tanpa pola ibarat menatap matahari terlalu lama. Terang, tapi membutakan.
Karena itu, manusia perlu menjaga ritme antara tahu dan tidak tahu, antara menjelajah dan merenung.
Barangkali, tujuan sejati pengetahuan bukanlah untuk menguasai dunia. Melainkan untuk memahami keterbatasan diri di hadapan dunia.
Sebab dalam keterbatasan itulah, cahaya pengetahuan menemukan maknanya yang paling manusiawi. (*)