Tenggelam Dalam Cahaya (Sebuah Paradoks Pengetahuan dan Batas Pikiran Manusia)

Kamis 13-11-2025,16:23 WIB

HIPERPENGETAHUAN VS PATTERN 

Dalam dunia modern, informasi berlipat ganda setiap detik. Kita hidup di era hiperpengetahuan: semua tersedia, tapi tidak semua bermakna. 

Di tengah banjir data dan teori, manusia bisa dengan mudah kehilangan arah: tenggelam bukan karena kegelapan, melainkan karena terlalu banyak cahaya.

Karena itu, menyelami ilmu pengetahuan memerlukan pola (pattern) dan jalur (path). 

Pola memberikan struktur bagi pikiran.  Sedangkan jalur memberi arah. 

Tanpa keduanya, pengetahuan menjadi seperti laut tanpa peta: luas, indah, namun mematikan bagi yang tidak tahu ke mana harus berenang.

Sains dan filsafat sama-sama lahir dari kebutuhan akan pola ini. Dalam sains, pola hadir sebagai metode: observasi, hipotesis, verifikasi. 

Dalam filsafat, pola hadir sebagai sistem berpikir. Dari rasionalisme Descartes hingga dialektika Hegel. Keduanya adalah cara manusia menata kekacauan dunia agar dapat dimengerti. 

Pengetahuan, dengan demikian, bukan hanya tentang “apa yang kita tahu”. Tetapi juga tentang “bagaimana kita menata cara tahu”.

Secara biologis, otak manusia memang dirancang untuk terus ingin tahu. 

Rasa ingin tahu (curiosity) adalah mesin evolusi yang mendorong kita bertanya, meneliti, dan berinovasi. 

Namun otak juga memiliki mekanisme pengendali, fungsi eksekutif yang menjaga fokus dan membatasi luapan informasi. 

Tanpa pengendalian ini, kita akan mengalami overload epistemik: pengetahuan datang terlalu cepat untuk bisa diolah menjadi kebijaksanaan.

Dengan kata lain, berpikir tanpa batas tidak sama dengan berpikir bebas. 

Kebebasan berpikir justru lahir dari kemampuan untuk memilih jalur berpikir. Pengendalian bukanlah bentuk pembatasan, melainkan disiplin untuk menjaga arah dari banjir pengetahuan.

Menuju Kebijaksanaan Hening 

Kategori :