Ironisnya, Sugeng menuturkan dirinya sama sekali tidak berpengalaman dalam proyek konstruksi karena selama ini hanya bergelut di bidang usaha toko komputer.
Demi memenuhi permintaan itu, ia bahkan rela meminjam uang ke bank dengan jaminan usaha tokonya, hingga kini tak mampu melunasinya.
Dr Juli Hartono bantah kliennya desak menyerahkan uang fee proyek pokir DPRD OKU--
Namun, keterangan tersebut langsung dibantah oleh kuasa hukum Nopriansyah, Dr Juli Hartono Ya’qub SH MH. Menurutnya, tidak ada paksaan dalam perkara ini.
"Tidak ada upaya pemaksaan terhadap Sugeng untuk menyerahkan uang. Itu hanya penawaran proyek saja," ujarnya usai sidang.
Ia juga menegaskan bahwa Mendra bukan bawahan Nopriansyah, melainkan hanya rekan bisnis tanpa kaitan struktural dengan Dinas PUPR OKU.
Kasus ini bermula dari dugaan suap sebesar Rp3,7 miliar yang melibatkan Nopriansyah bersama tiga anggota DPRD OKU Umi Hartati, M Fahruddin, dan Ferlan Juliansyah.
Uang itu terkait dengan pengesahan RAPBD 2025, yang sempat deadlock akibat konflik dua kubu besar di DPRD OKU, yakni Kubu Bertaji (Bersama Teddy–Marjito) dan Kubu YPN YESS (Yudi Purna Nugraha–Yenny Elita).
Dalam proses pembahasan anggaran, DPRD mengusulkan paket proyek Pokir senilai Rp45 miliar. Namun karena tidak dapat diakomodasi langsung ke dalam APBD, jalan tengahnya adalah dengan fee proyek dari rekanan.
Dari sinilah aliran dana ke DPRD diduga bermula, melibatkan pihak swasta termasuk Sugeng.
Atas perbuatannya, Nopriansyah bersama para terdakwa lainnya dijerat Pasal 12 huruf b UU Tipikor dengan alternatif Pasal 12 huruf a atau Pasal 11, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP serta Pasal 64 ayat (1) KUHP.