Setelah i’tidal, kembali berdiri membaca Al-Fatihah dan surat panjang lainnya, lalu rukuk kembali sebelum melanjutkan sujud.
Pada rakaat kedua, tata caranya sama. Hanya saja, para ulama menganjurkan membaca surat An-Nisa pada berdiri pertama dan surat Al-Maidah pada berdiri kedua.
Selepas shalat, imam biasanya menyampaikan khutbah dengan mengingatkan jamaah untuk memperbanyak istighfar, meningkatkan ketakwaan, memperbanyak sedekah, bahkan dalam tradisi klasik dianjurkan memerdekakan budak sebagai bentuk solidaritas sosial.
Adapun niat shalat gerhana bulan adalah sebagai berikut:
أُصَلِّي سُنَّةَ الخُسُوفِ رَكْعَتَيْنِ إِمَامًا/مَأمُومًا لِلّٰهِ تَعَالَى
Ushallî sunnatal khusûfi rak‘ataini imâman/makmûman lillâhi ta‘âlâ
Artinya: "Saya shalat sunnah gerhana bulan dua rakaat sebagai imam/makmum karena Allah Ta’ala."
Shalat gerhana dapat dilakukan dengan bacaan jahr (lantang) maupun sirr (pelan).
Jika berjamaah, maka imam membacakan surat dengan suara keras. Namun jika dilakukan sendiri (munfarid), tetap sah meski dibaca dengan suara pelan.
Fenomena alam ini akan berlangsung cukup lama, sekitar tiga setengah jam. Karena itu, masyarakat diimbau tidak hanya menyaksikan keindahannya, tetapi juga menjadikannya sarana ibadah dan introspeksi diri.
Dalam sejarah Islam, gerhana selalu dipahami sebagai tanda kekuasaan Allah, bukan sekadar kejadian astronomis semata.
Malam ini, bertepatan dengan Senin Pon, 15 Rabiul Awal 1447 H, seluruh umat Islam di Indonesia diharapkan memanfaatkan kesempatan langka ini untuk melaksanakan shalat khusuf.
Selain bernilai ibadah, momen ini juga bisa menjadi pengingat agar manusia senantiasa bersyukur dan mendekatkan diri kepada Sang Pencipta.
Fenomena Gerhana Bulan Total yang bisa disaksikan dari seluruh Indonesia ini, sekaligus menegaskan betapa luasnya cakrawala tanda-tanda kebesaran Allah SWT.
Maka, mari kita songsong malam ini bukan hanya dengan rasa takjub, tetapi juga dengan amal ibadah yang penuh makna.