Berbeda dengan itu, Pacu Jalur di Riau memiliki akar budaya yang lebih kental.
Tradisi ini lahir sejak abad ke-17 sebagai ungkapan syukur masyarakat Kuantan Singingi setelah panen padi.
Banyaknya negara yang mengklaim bahwa tradisi pacu jalur berasal dari negara mereka, terbaru ada netizen yang menyebut bahwa pacu jalur berasal dari Arab Saudi. --
Jalur merupakan sebutan untuk perahu panjang yang digunakan dibuat dari kayu pilihan dengan ukuran bisa mencapai 25 hingga 40 meter.
Keunikan Pacu Jalur bukan hanya pada kekuatan mendayung, melainkan juga keindahan jalur itu sendiri.
Setiap perahu dihiasi ukiran dan ornamen khas Melayu, sehingga menjadi simbol seni, kebanggaan kampung, sekaligus sarana perekat persaudaraan.
Suasana Pacu Jalur pun berbeda jauh dengan Bidar Palembang. Jika bidar berlangsung dengan sorak dan riuh penonton, Pacu Jalur menghadirkan pesta rakyat yang penuh warna.
Ada musik tradisional, teriakan khas tepuk gelombang, hingga doa bersama sebelum perlombaan dimulai.
Pacu Jalur juga sudah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Takbenda Indonesia oleh UNESCO, menjadikannya ikon pariwisata Riau yang mendunia.
Meski berbeda dari sisi latar sejarah, bentuk perahu, hingga nuansa pelaksanaan, baik Bidar Palembang maupun Pacu Jalur Riau sama-sama mencerminkan nilai luhur masyarakat pesisir sungai di Nusantara diantaranya semangat gotong royong, kebersamaan, hingga semangat juang.
Tradisi ini membuktikan bahwa sungai bukan sekadar jalur transportasi atau sumber penghidupan, tetapi juga ruang ekspresi budaya yang memperkuat identitas daerah.
Tahun ini, saat Indonesia merayakan HUT ke-80, tradisi bidar di Sungai Musi kembali mengingatkan kita akan semangat para leluhur yang mengalir bersama derasnya air sungai.
Sama halnya dengan Pacu Jalur di Riau, keduanya menjadi bukti bahwa kekayaan budaya bangsa masih terus hidup, lestari, dan mengakar kuat di tengah masyarakat.