Dalam fakta persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Palembang, terungkap adanya kesepakatan antara pihak DPRD OKU dan kedua terdakwa terkait proyek fisik Dinas PUPR OKU senilai Rp45 miliar.
Proyek tersebut merupakan bagian dari jatah Pokir yang dikondisikan.
Anggota DPRD OKU disebut meminta fee proyek dengan rincian: Ketua dan Wakil Ketua DPRD masing-masing Rp5 miliar, sementara anggota lainnya meminta jatah Rp1 miliar per orang.
Namun karena keterbatasan anggaran, nilai proyek dikoreksi menjadi Rp35 miliar, dengan fee total yang disepakati sekitar 20 persen atau Rp7 miliar.
Tangkapan layar beberapa petugas penyidik KPK menggeledah dan mengamankan seorang mahasiswi disalah satu rumah pada pengembangan penyidikan korupsi suap proyek Pokir DPRD OKU--
Dari dokumen APBD, terungkap bahwa anggaran Dinas PUPR sempat naik drastis dari Rp48 miliar menjadi Rp96 miliar pasca pembahasan, memunculkan dugaan kuat adanya permainan dalam penyusunan dan pengesahan anggaran.
Tak hanya itu, jaksa menyebut praktik "jual beli proyek" di lingkungan Pemkab OKU dan DPRD OKU sudah menjadi hal umum.
BACA JUGA:Periksa Sejumlah Petinggi DPRD OKU Kasus Proyek Dinas PUPR, KPK 'Pinjam' Ruangan di Mapolda Sumsel
Proyek-proyek bernilai besar disebut "dikondisikan" untuk pihak tertentu dengan menggunakan mekanisme e-katalog sebagai kedok agar seolah-olah pengadaan dilakukan secara sah.
Salah satu nama yang disorot dalam pengembangan kasus ini adalah Nopriansyah, Kepala Dinas PUPR OKU, yang diduga ikut mengatur dan menyalurkan fee proyek ke para legislator.
Geliat terbaru penggeledahan rumah oleh tim KPK ini, diduga merupakan bagian dari upaya menelusuri lebih jauh aliran dana haram dan mengungkap aktor-aktor lain yang terlibat dalam skema suap berjamaah tersebut.
Dengan belum adanya keterangan resmi dari KPK, publik masih menanti kejelasan soal siapa pemilik rumah yang digeledah dan bagaimana peran mahasiswi yang turut diamankan dalam pengungkapan kasus besar ini.