Tanpa mengetahui isi dari paket tersebut, pengemudi ojol bernama Yusuf Ansari melaksanakan tugasnya. Ia meletakkan paket di teras masjid seperti diminta.
Namun, setelah mencoba menghubungi nomor penerima yang ternyata tidak aktif, rasa curiga muncul.
Yusuf kemudian memberanikan diri membuka paket tersebut dan betapa terkejutnya ia saat mendapati sesosok mayat bayi di dalamnya.
Polisi langsung turun tangan setelah menerima laporan. Penyelidikan mengarah pada pengirim paket yang terlacak dari sistem aplikasi.
Dalam waktu singkat, tim Reskrim Polrestabes Medan berhasil mengidentifikasi dan menangkap Najma dan Reynaldi di sebuah rumah kos di Jalan Selebes, Medan Belawan, pada Jumat 9 Mei 2025 kemarin.
Pengakuan dari kedua pelaku membuat publik semakin terkejut. Mereka mengungkap bahwa bayi itu adalah anak kandung mereka sendiri, hasil hubungan sedarah yang berlangsung secara diam-diam.
Motif pengiriman ke masjid menurut pengakuan Reynaldi adalah agar jenazah dimakamkan secara layak, karena mereka tidak memiliki biaya dan takut diketahui masyarakat.
Kapolrestabes Medan, Kombes Pol Gidion Arif Setyawan, menyatakan bahwa tindakan tersebut bukan hanya pelanggaran hukum, tetapi juga menunjukkan betapa dalamnya persoalan sosial dan moral yang dihadapi.
"Ini bukan hanya soal kriminalitas, tapi juga soal kejahatan terhadap norma sosial dan kemanusiaan," ungkapnya dalam konferensi pers.
Reynaldi dan Najma kini ditahan dan dijerat dengan Pasal 80 ayat (3) UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, dengan ancaman maksimal 15 tahun penjara dan/atau denda hingga Rp3 miliar.
Sementara itu, jenazah bayi telah dimakamkan secara layak oleh pihak kepolisian setelah proses otopsi selesai dilakukan.
Kasus ini menyisakan banyak pertanyaan dan keprihatinan publik. Hubungan sedarah, kehamilan tersembunyi, hingga cara tragis "mengirim" jenazah bayi lewat jasa ojek online semuanya menjadi potret buram tentang pentingnya pendidikan seksual, pengawasan keluarga, dan penanganan masalah sosial secara serius.