Bahkan, dalam kepanikan, sepatu yang dikenakan oleh Habiburokhman sempat terlepas, dan ia terlihat berlari terpincang-pincang untuk menghindari lemparan botol.
Penolakan Terhadap Revisi UU Pilkada
Aksi demonstrasi besar-besaran ini digelar sebagai reaksi atas langkah pemerintah dan DPR yang menyetujui revisi UU Pilkada Nomor 10/2016.
Rapat pembahasan revisi tersebut berlangsung singkat, hanya dalam waktu tujuh jam pada Rabu 21 Agustus 2024, dan disetujui oleh mayoritas fraksi di DPR, kecuali Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) yang menolak revisi tersebut.
Materi yang disepakati dalam pembahasan revisi UU Pilkada ini dianggap oleh para demonstran bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
Salah satu isu utama yang dipersoalkan adalah ambang batas (threshold) pencalonan kepala daerah dan penghitungan syarat usia pasangan calon kepala daerah.
Putusan MK sebelumnya telah melonggarkan threshold pencalonan, namun revisi UU Pilkada yang disetujui oleh DPR dianggap menghambat implementasi putusan tersebut.
PDIP menjadi satu-satunya fraksi di DPR yang secara tegas menolak revisi UU Pilkada ini.
Mereka menilai bahwa perubahan yang diusulkan justru merugikan demokrasi dan bertentangan dengan semangat putusan MK yang bertujuan untuk memberikan kesempatan yang lebih luas bagi calon independen dan partai politik kecil untuk bersaing dalam Pilkada.
BACA JUGA:Ini Pesan Pak Anies Baswedan Usai Putusan MK, ‘Pastikan Kita Tuan Rumah di Tanah Kita Sendiri’
Rapat Paripurna Tertunda, Massa Aksi Tetap Bertahan
Rapat paripurna pengesahan revisi UU Pilkada yang sedianya dijadwalkan pada Kamis (22/8) terpaksa ditunda karena jumlah anggota DPR yang hadir tidak memenuhi kuorum. Ketua Baleg DPR, Wihadi Wiyanto, menyatakan bahwa tidak ada pengesahan RUU Pilkada pada hari ini.
"Tidak ada pengesahan," ujar Wihadi di area halaman Gedung DPR/MPR, Jakarta, Kamis, 22 Agustus 2024.