Dalam amar putusannya, MK menyatakan Pasal 40 ayat (1) UU Pilkada inkonstitusional dan mengubah syarat pencalonan pilkada dengan mengaitkan jumlah DPT dengan batas minimum perolehan suara sah.
Demokrasi Jorok
Orang yang dicatut KTP-nya langsug saja bisa gugat perdata, masing-masing Rp20 miliar, sebab demokrasi kita sudah jorok, demikian dikatakan Prof Mahfud MD saat di wawancara TVOne.
“Saya dirugikan data-data saya dipakai untuk mendukung gitu, bisa setiap orang minta Rp10 miliar, 20 miliar gitu bisa secara hukum,” saran Mahfud.
“Oleh sebab itu bagus juga kalau ini yang mendengar saya ini yang namanya dicatut langsung aja gugat ke pengadilan”.
“Pongrekun nih bahwa dia merugikan saya minta gugat perdata, dan polisi ambil pidananya. Lalu hukum administrasi tugas pemilu dan Bawaslu untuk membatalkan ini,” tegas Mahfud.
“Karena ini permainan demokrasi sudah jorok gitu ya!,” tandasnya.
Sebelumnya, Bakal calon independen di Pilkada DKI Jakarta Dharma Pongrekun merespons dugaan pencatutan Nomor Induk Kependudukan (NIK) KTP secara sepihak untuk maju calon independen Pilkada DKI Jakarta 2024.
Dia mengklaim tak terlibat langsung dalam pengumpulan KTP warga Jakarta sebagai syarat maju sebagai calon gubernur di Pilgub Jakarta 2024.
"Kami sebagai cagub dalam mengumpulkan data itu tentunya dibantu relawan. Jadi kami tak terlibat langsung dalam pengumpulan data pendukung," kata Dharma dikutip dari CNNIndonesia.com, Minggu (18/8/2024).
Sebelumnya warga Jakarta ramai-ramai memprotes jika KTP-nya dicatut untuk mendukung Dharma-Kun Wardhana maju calon independen. Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI) menerima 235 aduan dari masyarakat yang identitasnya diduga dicatut sepihak untuk syarat dukungan Dharma Pongrekun-Kun hingga Sabtu kemarin.