BACA JUGA:8 Tanggal Lahir Hidupnya Selalu Hoki Kata Eyang Semar, Pintu Rezeki Terbuka Lebar
“Kalau makan ikan katanya nanti anak jadi amis atau cacingan,” ini mitos-mitos yang dulu dipercayai masyarkat, padahal ikan memiliki nilai gizi tinggi," jelasnya.
Untuk itu berbagai langkah dilakukan untuk mengintervensi tingginya kasus stunting di OKI.
“Kita mulai dari hulu melalui pendampingan kepada calon pengantin, remaja, dan pasangan usia subur untuk diperiksa kesehatan atau menunda kehamilan jika berisiko,” terang Iskandar.
Upaya konkret lainnya tambah dia melalui Tim Pendamping Keluarga (TPK).
BACA JUGA:Polres OKI Rencanakan Pemetaan Daerah Rawan Pemilu dan Pilkada
“Ada 1.806 personil Pendamping Keluarga yang mendampingi keluarga beresiko stunting terdiri dari Kader PKK, Bidan Desa, Kader KB,”paparnya.
Selain itu tambah dia, Pemkab OKI juga menggagas inovasi Perahu Desa, yaitu Perawat Handal untuk Desa, berupa Program Satu Perawat satu Desa serta Revolusi KIA untuk memantau kesehatan ibu dan anak di masa 1000 hari pertama kelahiran.
Selain sektor kesehatan, dukungan lainnya juga melalui program Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL), yaitu pengembangan rumah pangan yang dibangun dalam suatu dusun, desa, kecamatan dengan memanfaatkan pekarangan.
Selain itu juga dukungan dari pemerintah dan desa terhadap ketersediaan sanitasi, air bersih serta insentif kepada para kader penggerak posyandu melalui dana desa.
BACA JUGA:Inilah 3 Titik Aksi Blokir Truk Angkutan Batubara di Muara Enim
Kerja kolektif itu tambah dia membuahkan hasil antara lain, angka stunting di Kabupaten OKI turun menjadi 15,1 persen dari 32, 2 persen pada tahun 2022 atau menurun sebanyak 17,1 persen.
Demikian dengan angka kematian ibu dan bayi menjadi 1 kasus di tahun 2022 sementara angka harapan hidup masyarakat OKI bertambah menjadi 69 tahun dari 67 tahun pada 2014. (*)