Putin, Satanisme Murni, dan LGBT Kodrati di Indonesia
Oleh: Masayu Indriaty Susanto
Akhir tahun lalu, tepatnya Desember 2022, Rusia resmi memberlakukan undang-undang Anti Propaganda Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender (LGBT).
Artinya, negara Beruang Merah itu melakukan pelarangan total semua perilaku dan promosi LGBT, termasuk melalui film, lagu, maupun pameran digital.
Pelanggar akan ditangkap atau didenda sampai 400.000 rubel (sekitar Rp103 juta). Jurnalis yang berani mempromosikan LGBT melalui media massa didenda lebih besar lagi. Sampai Rp1,2 miliar!
Di Indonesia, LGBT malah lebih bebas dan tak tersentuh hukum. Ada upaya memasukkan pelarangan LGBT dalam RUU Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) sejak lama.
Namun anggota parlemen Indonesia justru beranggapan, LGBT adalah kodrat manusia sehingga tidak boleh dilarang.
Harapan untuk memiliki UU Anti LGBT di negara berdasar atas Pancasila ini sepertinya masih jauh panggang dari api.
UU baru Rusia merupakan penegasan terhadap pelaku LGBT di negara itu. Sebelumnya, Rusia sudah memiliki undang-undang yang melarang praktisi dan provokasi LGBT di depan anak-anak.
Namun, praktek LGBT dinilai semakin masif dan mengancam generasi muda di sana. Sehingga parlemen Rusia kemudian merasa harus membuat undang-undang baru yang lebih tegas.
Akibat undang-undang baru itu, banyak pelaku LGBT, terutama kaum queer (homoseksual) di negara itu kabur ke luar negeri. Utamanya ke Perancis.
Kelompok hak asasi manusia pun melayangkan kecaman bertubi-tubi. Tapi parlemen Rusia dengan suara bulat meloloskan undang-undang itu dan menegaskan LGBT berbahaya untuk generasi muda di negara mereka.
Presiden Rusia Vladimir Putin dalam pidatonya di Kremlin, menyatakan LGBT adalah satanisme murni.
Yang terjadi kemudian adalah, seluruh bioskop di negeri itu menyensor adegan-adegan seksual sesama jenis di film-film yang mereka putar. Toko buku dan media online segera menghapus tulisan-tulisan dengan kisah seputar lesbian dan homoseksual.