Mengenal Tanjak, Penutup Kepala Khas Palembang yang Dulu Hanya Dipakai Kaum Priyayi dan Bangsawan

Selasa 20-12-2022,11:01 WIB
Reporter : Edy Handoko
Editor : Rappi Darmawan

PALEMBANG, SUMEKS.CO - Pengantin pria dalam adat Palembang, umurnya Sumatera Selatan, akan memakai Tanjak sebagai penutup kepala.

Sebagai upaya pelestarian,Tanjak juga sering dikenakan pejabat pada acara-acara penting, baik adat maupun kedinasan.

Tanjak merupakan warisan budaya Provinsi Sumsel. Khususnya, warisan budaya khas melayu yang hingga kini masih melekat pada masyarakat.

Dikutif dari berbagai sumber, kata Tanjak berasal dari bahasa Melayu Palembang, Tanjak atau Nanjak, yang berarti naik atau menjulang ke tempat yang tinggi.

BACA JUGA:Tampilan Baru Kantor Gubernur Sumsel, Dihiasi Ornamen Tanjak

Kata Tanjak bukan merupakan singkatan dari tanah yang dipijak. Namun, menunjukkan sesuatu yang ditinggikan bukan direndahkan.

Maknanya, jika seseorang ingin mendapatkan derajat yang lebih tinggi atau naik derajat, maka harus berdoa kepada sang pencipta.

Lalu, pemakaian Tanjak di atas kepala, karena kepala terdapat otak dan kepala selalu dimuliakan sehingga diagungkan.

Tanjak juga sering disebut mahkota kain, ikat-ikat, atau tengkolok dan sudah ada sejak masa Kesultanan Palembang berkuasa.


Tanjak khas Palembang. -Edy Handoko-

BACA JUGA:Calon Pengantin Pria Wajib Tahu, Begini Tahapan Pernikahan Adat Palembang

Bahkan, Tanjak sudah sering dipakai oleh Sultan Mahmud Badaruddin (SMB) II dan kerabat terdekat raja.

Dahulu, jika rakyat biasa yang memakainya, pucuk tanjak ujung kuasa dan simpulnya biasanya diletakkan di atas telinga sebelah kiri.

Tanjak memiliki beberapa syarat, salah satunya terbuat dari kain. Kain yang digunakan adalah kaing songket, angkinan, pardo, dan batik.

Beberapa sumber menyebutkan, Tanjak yang terbuat dari kain songket dahulunya hanya dipakai oleh para priyai, pangeran, atau bangsawan yang mempunyai jabatan tertentu.

BACA JUGA:Kenakan Adat Palembang, Tangis Ria Ricis Pecah saat Teuku Ryan Mengucap Ijab-Kabul

Sedangkan Tanjak batik, biasanya dipakai oleh para bangsawan dan masyarakat umum untuk berbagai kegiatan.

Perbedaan bisa ditemukan pada lipatan. Tanjak yang asli memiliki lipatan di atas, sedangkan tanjak sekarang yang sering dipakai tanpa lipatan sama sekali.

Pada 8 Oktober tahun 2019 lalu, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) RI meresmikan Tanjak Palembang sebagai warisan budaya tak benda.

Kemdikbud RI hanya meresmikan tiga jenis Tanjak Palembang, yaitu :

BACA JUGA:Museum Balaputera Dewa, Menyimpan 8.800 Benda Bersejarah dan Rumah Adat Palembang

  • Tanjak Meler yang terbuat dari kain tenunan tradisional Palembang, sekitar tahun 1870.
  • Tanjak Kepodang yang terbuat dari kain tenunan Palembang sekitar tahun 1900.
  • Tanjak Belah Mumbang, yaitu tanjak khusus untuk penutup kepala Pangeran Nato Dirajo dan keturunannya.

Setiap jenis Tanjak Palembang memiliki arti masing-masing :

BACA JUGA:Ornamen Tanjak Hiasi Gapura Perumahan

  • Tanjak Kepondang, ada garis tegas yang berbentuk melancip hingga ke atas.
  • Tanjak Meler lebih berbentuk menjuntai dan tidak melancip pada ujung atas kepala.

Pembuatan Tanjak Palembang harus dari bahan kain khusus dengan panjang 1 x 1 meter, dengan motif yang dibuat berbentuk segitiga menyesuaikan dengan bentuk tanjak biasanya.

Terbaru, Gubernur Sumsel H Herman Deru telah mewajibkan setiap kantor dinas di lingkungan Pemprov Sumsel untuk menggunakan simbol tanjak guna mempertahankan karakteristik adat budaya dan kearifan lokal.

BACA JUGA:Icon Baru, GOR Megang akan Dihiasi Tanjak Terbesar di Dunia

Instruksi ini esuai dengan UU Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan yang mengamanatkan pemerintah daerah menjaga kebudayaan lokal seperti tradisi lisan, manuskrip, adat istiadat, ritus, pengetahuan tradisional, seni, bahasa, permainan rakyat dan olahraga tradisional.(*)

Kategori :