PALEMBANG, SUMEKS.CO - Tidak banyak tokoh yang memiliki pengusaan ilmu pengetahuan multidisipliner seperti Al Allamah Ibnu Khaldun.
Ini ditunjukkannya oleh karya-karyanya antara lain kitab Al Ibar wa Diwan Al Mubtaba wa Al Khabar fi Ayyam Al Arab wa Al Ajam wa Al Barbar wa Man Ahsharahum min Dzawi as Sulthani Al Akbar ( Kitab Pelajaran dan Arsip Sejarah Zaman Permulaan di Zaman Akhir yang Mencakup Peristiwa Politik tentang Orang-Orang Arab , non Arab dan Barbar serta Raja-Raja Besar yang Semasa dengan Mereka).
Uniknya pengantar kita Al Ibar inilah (muqadimmah) yang menjadikan nama Ibnu Khaldun menjadi harum.
Ibnu Khaldun, lahir di Tunisia awal Ramadhan tahun 726 Hijriah. Dia lahir dari keluarga besar yang berbangga besar nasab Arab-nya yang berasal dari Hadramut Yaman.
BACA JUGA:Mengenal Ibnu Khaldun : Sang Pelopor Sosiologi Islam, Kritik Terhadap Penulisan Sejarah Terdahulu
Adapun nasab Islamnya kembali pada Wali bin Hujr, seorang sahabat Nabi Muhammad SAW yang terkenan dan didoakan oleh beliau agar mendapat limpahan berkah saat kedatangannya di tahun Al Wufud untuk menyatakan masuk Islam.
Selain itu, Ibnu Khaldun juga mendapat kebanggaan sejarah politik dan sosial dari Isybiliaj (sebuah kota Andalusia) dan Tunisia.
“Nama saya Abd al Rahman bin Muhammad bin Muhhaman bin Hasan bin Muhammad Bin Jibbir Bin Muhammad Bin Ibrahim bin Abd Rahman bin Khaldun,” demikian Ibnu khaldun, mengawali baris pertama Autobiografinya.
Nalar kritis sarjana ini telah terlihat sejak awal Dia meragukan akurasi silsilah keluarganya. Ia menaksir secara pribadi, seandainya leluhurnya telah bermigrasi ke Andalusia pada masa penaklukan Arab, maka setikdaknya ada 20 generasi sebelumnya pendiri Bani Khaldun.
BACA JUGA:Pemikiran Ibnu Khaldun dalam Dunia Pendidikan : Bukan Hanya Proses Belajar Mengajar
Pandangan kritis atas fakta tersebut menyadarkan Ibnu Khaldun atas kebutuhan disiplin ilmi baru secara sosial sehingga sejarah bisa dipahami dengan baik.
Keluarga Ibnu Khaldun merupakan keluarga ternama dari kalangan politisi dan ilmuwan pada dinasti Ummayah, al Murabitun dan al Muwahhidun di Andalusia hingga pertengahan abad 11.
Ayahnya Muhammad Abu Bakr, mematahkan tradisi keluarga dengan keluar dari dunia politik dan melanjutkannya sebagai peneliti hingga wafatnya saat wabah Sampar pada 1348 Hijriah.
Ibnu Khaldun, tumbuh dan berkembang sebagai orang yang mencintai Al Quran lewat bimbingan ayahnya sendiri.
BACA JUGA:9 Rekomendasi Ponpes Terbaik untuk Pendidikan Anak di Kota Palembang