Winarno Danuatmodjo
Winarno memimpin Sumsel pada tahun 1952-1957. Sayangnya, tidak banyak catatan tentang sosok Winarno.
H M Husein
Pada saat yang sama Muchtar Prabu Mangkunegara menjabat Kepala Daerah Sumsel pada 1957-1958. Saat itu muncul wacana penyatuan pimpinan daerah otonom dan pemerintahan umum di tangan satu gubernur kepala daerah.
Tahun 1959 HA Bastari terpilih menjadi Gubernur Kepala Daerah Sumsel lewat sidang pleno DPRD. Dalam masa kepemimpinannya, Bastari banyak menata dan mendisiplinkan pegawainya. Sejumlah mantan pejuang juga menginginkan jabatan di dalam pemerintahan. Urusan inilah yang diatur oleh Bastari.
BACA JUGA:Gubernur Sumsel Ingatkan Pentingnya Arsip Daerah, Minta Tata Kelola Kearsipan Lebih Ditingkatkan
Selain itu, ia merencanakan penghapusan keresidenan dan kewedanaan. Pembangunan Jembatan Ampera juga dimulai pada masa Bastari, tahun 1962, dan selesai pada kepemimpinan gubernur berikutnya, tahun 1966.
Abu Yasid Bustomi
Masa jabatannya cukup singkat, menjabat dari tahun 1964-1967. Pada tahun 1967 Abuyasid ditarik ke Jakarta.
Ali Amin
Nama Ali Amin sebenarnya sudah pernah disebut-sebut ketika pemilihan calon gubernur pada tahun 1964. Dalam pemilihan kali itu, Ali Amin akhirnya menjadi Wakil Gubernur Sumsel.
Ali Amin pernah menjabat Local Joint Committee pada 1949 yang antara lain bertugas mengurusi penghentian tembak-menembak antara pejuang Indonesia dan tentara Belanda. Ali Amin pernah ditangkap Belanda sewaktu mengenakan emblem Merah Putih di pundak baju dalam perayaan ulang tahun negara Sumatera Selatan.
BACA JUGA:Gubernur Sumsel Apresiasi Perusahaan yang Mampu Tekan Angka Pengangguran
Sebagai gubernur, Ali Amin mendapatkan tugas yang berat karena harus menata daerah pascakerusuhan tahun 1966. Sejumlah kesatuan aksi, seperti KAMI, KAPPI, dan KAGI, masih aktif beraktivitas melanjutkan Tiga Tuntutan Rakyat atau Tritura, 10 Januari 1966. Ali Amin menyelesaikan masa tugas sebagai gubernur pada 1968.
Asnawi Mangku Alam
Asnawi Mangku Alam dari Kodam dipilih sebagai gubernur dan dilantik pada 10 Januari 1968. Putra Ulak Baru, Tepi Sungai Komering, ini menjalani sekolah rakyat sampai sekolah dagang menengah pada zaman penjajahan Belanda.