“Dengan pembagian peran Dinas PUPR sebagai koordinator dalam penyusunan RTRW, dan DLH sebagai koordinator dalam penyelenggaraan KLHS”. Urainya.
Aris menyatakan bahwa pertemuan awal penyusunan dokumen telah dimulai pada Juni lalu, dimana penyusunan RTRW dan KLHS akan berada dalam satu dokumen.
“FGD hari ini dihadiri oleh 75 orang peserta yang mewakili lembaga dan organisasi dari berbagai sektor, termasuk akademisi, swasta, tokoh pemuda dan tokoh agama,” tuturnya.
Permasalahan lingkungan hidup merupakan suatu hal yang terintegrasi dan berimplikasi besar terhadap kebijakan pembangunan. Berbagai permasalahan degradasi lingkungan hidup yang terjadi di Indonesia, seperti alih fungsi lahan, bencana kebakaran hutan dan lahan gambut, dan terancamnya keanekaragaman hayati.
“Hal ini merupakan isu lintas sektor, lintas wilayah dan lintas kepentingan sehingga memerlukan suatu instrumen lingkungan hidup yang terpadu dan komprehensif sebagai acuan pembangunan dan tata ruang berkelanjutan dari hulu ke hilir, ” tukasnya.
Koordinator Program Peat-IMPACT, ICRAF Indonesia, Feri Johana, mengatakan, ICRAF mendorong Pemda untuk melibatkan para pihak dari berbagai pemangku kepentingan, dimana penyusunan dokumen secara teknis dikoordinasi oleh Dinas Lingkungan Hidup, namun dalam prosesnya dilakukan secara partisipatif agar dapat dilakukan oleh berbagai pihak baik dari unsur pemerintah maupun nonpemerintah.
“Penyusunan dokumen ini merupakan proses panjang, dan kegiatan hari ini merupakan kesempatan bagi peserta saling berdiskusi untuk mendapatkan jalan terbaik bagi bahan penyusunan dan proses KLHS ini”, ujarnya.
Menuru Feri, ICRAF juga memberikan perhatian pada integrasi tentang gambut di dalam proses RTRW dan KLHS. OKI sebagai area dengan gambut terluas perlu memperhatikan aspek-aspek gambut secara berkelanjutan sehingga didalam analisis kajian oleh tenaga ahli maupun oleh pihak-pihak yang terlibat.
Isu gambut dapat diarusutamakan di dalam penyusunan RTRW, yang diharapkan dapat membawa manfaat bagi masyarakat.(*)