PALEMBANG, SUMEKS.CO - Kebiasaan merokok menggunakan daun nipah atau dikenal dengan rokok pucuk, mungkin terdengar aneh bagi kaum muda milenial saat ini. Akan tetapi siapa sangka rokok berbahan dasar daun nipah yang diolah secara tradisional oleh pengrajin rokok pucuk dahulunya mampu sejajar dengan rokok konvensional.
"Bahkan sekira tahun 70-80-an, rokok pucuk ini pernah mengalami masa jaya, hingga diekspor keluar negeri seperti ke Jepang, Malaysia dan Singapura dan bersaing dengan rokok konvensional lainnya," kata Kiagus Assaad (65) diwawancarai Sabtu, 5 November 2022.
Namun, lanjut salah satu pengrajin rokok pucuk di kampung Demang Jambul Laut, Kelurahan 2 Ulu, Kecamatan SU I Palembang ini berkata sekarang telah berubah, pangsa pasar rokok pucuk hanya dinikmati oleh kalangan tertentu saja.
Menurunnya permintaan pasar, selain kalah bersaing dengan rokok konvensional, pria paruh baya ini mengungkapkan juga terkendala dalam proses produksi rokok pucuk yang memakan waktu cukup lama.
BACA JUGA:Fahira Idris Usulkan E-KTP Jadi Syarat Beli Rokok, Alasannya?
Untuk bahan baku daun nipah diantarkan langsung oleh pengepul daun nipah yang berasal dari daerah Upang, Kabupaten Banyuasin dengan menggunakan perahu dan dibeli seharga Rp4-5 ribu per ikatnya.
Setelah bahan baku daun nipah didapat, lanjut kakek tiga cucu ini, harus diolah terlebih dahulu sebelum rokok pucuk dapat dikonsumsi yakni bahan baku daun nipah dikupas terlebih dahulu dipisahkan dari lidi yang ada di daun nipah.
Kemudian, daun nipah yang telah dikupas lalu dijemur di bawah terik matahari memakan waktu 3 hingga 4 hari jika musim panas, namun jika musim penghujan tiba daun nipah tidak bisa diolah menjadi rokok, daunnya akan memerah dan dianggap gagal produksi.
BACA JUGA:Polda Sumsel Gagalkan Penyelundupan 1.735.000 Batang Rokok Ilegal Lewat Jalur Darat
"Daun nipah jika dikeringkan saat cuaca panas akan menggulung sendirinya menjadi lintingan rokok, untuk kemudian dilakukan proses pengasapan dengan menggunakan asap belerang," ujarnya.
Tujuan pengasapan dengan asap belerang itu, kata Assaad, agar aroma dan cita rasa rokok pucuk itu semakin nikmat saat dihisap. Untuk proses pengasapan tersebut membutuhkan waktu satu hari, usai dipotong-potong dengan ukuran tertentu menjadi lintingan rokok pucuk atau dikenal dengan istilah ngerujit.
Lebih lanjut dikatakannya, usai ngerujit dengan ukuran tertentu, rokok pucuk siap dikemas dengan menggunakan kemasan berbentuk pocong yang juga berbahan baku daun nipah yang disebut atau disebut selipir.
Dikatakannya, kalau dahulu untuk proses produksi rokok pucuk dikerjakan sendiri secara turun temurun, namun sekarang hanya menerima bersih, seperti mengambil upah khusus untuk mengupas daun nipah kebanyakan diambil dari kelurahan 15 Ulu, dengan upah Rp5 ribu per ikatnya.
BACA JUGA:Turun Beli Rokok, ABK Hilang dan Tenggelam di Bawah Tongkang
Untuk harga satu balok rokok pucuk berisi 7 gendang atau blok berisi ribuan linting rokok pucuk, diterangkan Assaad dijual kepada pengepul melalui ekspedisi seharga Rp150 ribu dan biasanya dikirimkan keluar daerah diantaranya terbanyak di Provinsi Bengkulu, dan Curup.