Ia menegaskan bahwa ada beberapa faktor yang membuat orang tidak percaya diri: pengalaman masa lalu, lingkungan sekitar, overthinking dengan memikirkan hal-hal yang belum terjadi. “Yang namanya percaya diri itu harus dicoba dan dilakukan. Tunjukkan kreasi kita dan kemampuan kita agar sekitar kita tahu bahwa penyandang disabilitas pasti ada kelebihan,” tegasnya.
Rasa percaya diri, bersama dengan pengalaman serta teknik vokal, merupakan modal penting dalam membuat konten podcast. Pada kesempatan yang sama, Pradipta Nugrahanto, CEO Paberik Soeara Rakjat, menjelaskan materi tentang pentingnya latihan teknik suara atau vokal agar kita terbiasa dengan suara kita sendiri dan melenturkan otot muka kita.
“Agar tidak kaku ketika berhadapan dengan mic, kita harus akrab dengan micnya. Bagaimana caranya? Ya dengan pemanasan, latihan huruf vokal pengucapan A,I,U,E,O ataupun dengan tongue twister,” tambahnya.
Materi produksi podcast disampaikan oleh Albert Wijaya, sebagai pembuka sesi kedua. Ia mengatakan bahwa dengan podcast, orang bisa lebih mudah mendengarkan cerita penyandang disabilitas karena bisa diputar di mana saja, kapan saja bahkan bisa didengarkan secara terus menerus.
BACA JUGA:BRI Sampaikan Belasungkawa Kepada Korban dan Sesalkan Insiden Kerusuhan di Stadion Kanjuruhan
“Teman-teman netra dan disabilitas sering banget menyimpan kisah ceritanya sendiri, nah kenapa nggak dibagikan? Kenapa nggak dibuatkan episode podcast aja?,” ujarnya.
Raden Rully kemudian melanjutkan materi mengenai alat-alat yang digunakan dalam produksi podcast, “Yang teman-teman harus kenali selain penggunaan aplikasi Anchor, juga harus tahu mikrofon yang digunakan.
Mau menggunakan mic dynamic ataupun condenser, kita harus paham alat yang mau kita pakai. Teman-teman juga bisa pilih sesuai dengan selera masing-masing, yang penting alat-alat tersebut bisa mengontrol suara agar lebih terjaga.
Akan lebih bagus lagi kalau menggunakan headphone.
BACA JUGA:Kakanwil Kemenkumham Sumsel Pimpin Upacara Hari Kesaktian Pancasila di LPKA Palembang
”Di kesempatan yang sama Raden Rully juga menjelaskan perbedaan antara mic dynamic dan mic condenser beliau mengatakan, Kalo mic dynamic itu sumber suaranya lingkup suara yg diterima lebih sempit jadi harus didekatkan ke mulut sedangkan mic condenser lingkup suaranya jauh lebih luas” ujarnya.
Dalam perkembangannya, podcast tidak hanya berupa audio tapi juga video. Hal ini merupakan peluang bagi penyandang disabilitas tunarungu untuk turut serta memproduksi video podcast.
Dalam penjelasannya, Rane menyampaikan bahwa penyandang disabilitas tunarungu dapat menyampaikan pendapat mereka serta menjangkau masyarakat umum melalui video podcast.
Narasumber menampilkan video podcast channel “What The Deaf?!”, sebuah channel podcast yang digawangi oleh 2 orang perempuan tunarungu asal Amerika Serikat, “Mereka berkomunikasi dengan bahasa isyarat (American sign language), kemudian penerjemah menerjemahkan bahasa isyarat tersebut ke dalam bentuk audio.”
BACA JUGA:Pemprov Sumsel Distribuskan Beras Subsidi, Masyarakat Cukup Beli dengan Harga Rp5.000 Per Kilogram
Dalam kesempatan ini, beberapa peserta tunarungu dengan antusias mempraktekkan pembuatan podcast dengan menggunakan bahasa isyarat dengan output audio yang langsung dapat didengarkan oleh peserta lain.