SUMEKS.CO, PA 212, GNPF Ulama dan Front Persaudaraan Islam (FPI) menolak penggunaan Tim Pelaksana Penyelesaian Non-yudisial Pelanggaran Hak
Asasi Manusia Berat Masa Lalu (Tim PPHAM) sebagai alat legitimasi bagi kebangkitan Partai Komunis Indonesia (PKI).
Pernyataan itu ditandatangani oleh Ketum GNPF Ulama Yusuf Martak, Ketum PA 212 Abdul Qohar dan Ketum Front Persaudaraan Islam Muhammad Alatthas pada 26 September 2022.
Sekretaris Dewan Syuro PA 212 Slamet Maarif sudah membenarkan pernyataan sikap tersebut.
"Menolak keras bila negara meminta maaf terhadap PKI yang telah nyata melakukan pemberontakan dan menyebarkan paham Komunisme yang bertentangan dengan Dasar Negara Pancasila," bunyi poin 2 pernyataan sikap mereka, dikutip Selasa 27 September 2022
BACA JUGA:Stok Vaksin Meningitis Menipis, Jemaah Umrah Terancam Batal
PA 212 Cs juga menuntut pemerintah secara tegas mencegah kebangkitan PKI dan penyebaran paham komunisme di Indonesia.
Mereka juga meminta tetap dilakukan proses penegakan hukum bagi pihak yang berupaya menghidupkan paham komunisme dan paham sejenisnya. Hal itu diatur dalam TAP MPRS No. XXV tahun 1966 serta KUHP pasal 107a, pasal 107b, pasal 107c. pasal 107d dan pasal 107e.
Mereka juga menyerukan kepada umat agar memasang kewaspadaan dari segala bentuk upaya membangkitkan kembali PKI dan penyebaran paham Komunisme.
"Serta melakukan kegiatan nonton bareng (Nobar) Film Pemberontakan G 30 S/PKI sebagai upaya mengingatkan kembali atas bahaya laten Komunisme," bunyi poin 5 pernyataan sikap tersebut.
Di sisi lain, PA 212 Cs turut menuntut pemerintah mengungkap pelanggaran HAM yang terjadi pada masa kepemimpinan Presiden Jokowi.
BACA JUGA:Bersihkan Sarana Ibadah dan Aliran Sungai Sambut HUT TNI ke- 77
"Seperti kasus terbunuhnya 10 orang pada peristiwa 21-22 mei 2019 dan kasus tewasnya enam laskar FPI di Tol Jakarta-Cikampek KM 50," bunyi keterangan tersebut.
Sebagai informasi, Presiden Joko Widodo telah menerbitkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 17 Tahun 2022 tentang Pembentukan Tim PPHAM.
Tim ini bertugas mengungkap dan menganalisis pelanggaran HAM berat masa lalu berdasarkan data dan rekomendasi Komnas HAM tahun 2020. Lalu, mengusulkan rekomendasi langkah pemulihan bagi para korban atau keluarganya. (cnnindonesia/ckm)