Sania Khan, Perempuan yang Unggah Perceraian di TikTok, Kemudian Dibunuh Mantan Suami

Kamis 11-08-2022,08:14 WIB
Editor : Mahmud

“Dia paling merasa hidup bila berada di belakang kamera,” ujar Sheikh. “Kelebihannya adalah membuat orang yang difoto merasa nyaman di depan kamera, sehingga dia bisa menangkap emosi dan kebahagiaan yang tak dibuat-buat.” 

Di saat yang sama, Khan juga menginginkan kebahagiaan yang sama untuk hidupnya. Setelah berpacaran dengan Ahmad selama lima tahun, mereka menikah pada Juni 2021 dan pindah ke Chicago. 

“Mereka menggelar pernikahan ala Pakistan yang besar dan mewah,” kenang seorang teman kecil Khan. “Tapi pernikahan itu dibangun di atas kebohongan dan manipulasi.” 

Teman-teman Khan mengeklaim Ahmad telah lama memiliki masalah kesehatan mental.Pasangan ini juga lebih banyak menjalani hubungan jarak jauh sebelum menikah, yang menurut teman-temannya, menutupi ketidakcocokan keduanya. 

Masalah mulai muncul pada Desember lalu ketika, menurut temannya, Khan berkata Ahmad mengalami krisis mental dan dia merasa tidak aman. 

BBC tidak dapat menghubungi keluarga Ahmad untuk berkomentar. Sementara itu, keluarga Khan melalui teman-temannya menolak berbicara untuk artikel ini. 

Belasan kasus pembunuhan-bunuh diri terjadi di Amerika setiap minggu, sekitar dua per tiga di antaranya melibatkan pasangan, menurut Violence Policy Center. Penyakit mental dan permasalahan dalam hubungan kerap diidentifikasi sebagai faktor terbesar yang membuat perempuan menghadapi kekerasan dari pasangannya.  

Ahli kekerasan dalam ruang tangga mengatakan perempuan menghadapi risiko terbesar untuk dibunuh pasangannya ketika mereka meninggalkan hubungan. 

Peristiwa pada Desember itu memicu Khan – yang sebelumnya selalu menyimpan permasalahan rumah tangganya – untuk terbuka akan pernikahannya yang tidak bahagia, ujar teman-temannya. 

Mereka mengatakan Khan mendiskusikan pernikahannya, bercerita bahwa suaminya tidak tidur dan kerap berlaku aneh, menolak permohonannya untuk menjalani terapi, dan dia merasa bahwa penyakit mental suaminya telah menjadi beban untuknya. 

Namun teman-temannya menduga, walaupun mereka semua menasihati Khan untuk meninggalkan suaminya, orang-orang lain dalam hidup Khan memintanya untuk tetap mempertahankan pernikahannya. 

Williams, 26 tahun, berkisah temannya itu menangis saat mereka bertemu di Chicago pada Mei.  “Dia berkata perceraian dianggap memalukan dan dia merasa sangat kesepian.” 

Khan, menurutnya, berulang kali berkata ‘log kya kahenge’, yang dalam bahasa Urdu dan Hindi berarti ‘apa kata orang nanti’. 

Sebagai anak yang orang tuanya bercerai, Khan mengaku merasakan sendiri bagaimana stigma dari sejumlah komunitas Asia Selatan terhadap perempuan yang meninggalkan pernikahan. 

“Ada banyak tekanan secara budaya kepada keluarga besar dan bagaimana mereka dilihat oleh orang lain,” kata Neha Gill, direktur eksekutif Apna Ghar, organisasi di Chicago yang memberikan pendampingan kepada perempuan-perempuan keturunan Asia Selatan yang mengalami KDRT. 

Banyak komunitas Asia Selatan yang masih memandang perempuan sebagai inferior dan harus dikendalikan, ujar Gill. 

Kategori :