SEMARANG – Stasiun Klimatologi BMKG Semarang menyatakan dampak dari fenomena La Nina yang terjadi akhir-akhir ini ialah kelembapan pada musim kemarau kali ini meningkat daripada tahun-tahun sebelumnya.
Fenomena La Nina merupakan fenomena yang cukup langka, dimana ketika suhu muka laut di Samudra Pasifik bagian tengah mengalami pendinginan hingga dibawah suhu normal.
Pendinginan ini mengakibatkan pertumbuhan awan di Samudra Pasifik tengah berkurang.
BACA JUGA:BMKG Sebut Potensi Gempa & Tsunami 8,7 M Bukan Prediksi, Jadi Kapan?
“Seharusnya puncak kemarau kan ada di bulan Juli sama Agustus tapi kemarin buktinya masih turun hujan ya itu karena fenomena La Nina ini,” jelas Staf Data dan Informasi Stasiun Klimatologi BMKG Semarang, Zauyik Nana R kepada Jawa Pos Radar Semarang, Senin (1/8/2022).
Zauyik juga menerangkan bahwa fenomena La Nina terjadi 5 sampai 7 tahun sekali pada 1990-an ke bawah. Kemudian mulai tahun 1990 sampai 2010 fenomena La Nina meningkat menjadi 2-3 tahun sekali.
“Variabelitas hariannya musim kemarau harusnya kaya gitu ya (perbedaan jauh suhu antara siang dan malam) kelembapannya kering dibawah 50 persen, tapi karena adanya La Nina dan muson laut yang hangat di wilayah Jawa akhirnya kelembapannya tidak begitu kering-kering amat, kadang pagi itu di atas 70 persen dan siang bisa turun lagi dibawah 20 persen,” paparnya. (mg12/mg14/bas)