SUMEKS.CO, Manado dan Sulawesi Utara jadi salah satu tempat liburan favorit saya dan istri. Beberapa hari lalu baru saja kami ke sana lagi untuk Mandiri Sulut KOM Challenge 2022, event sepeda yang diselenggarakan Mainsepeda.com dengan bantuan teman-teman dari Manado Cycling Mania (MCM).
Seperti biasa, setiap kali ke Manado, teman-teman di sana mencoba "menggelonggong" kami dengan makanan tanpa henti. Baru landing, dijemput langsung diajak makan di Raja Oci. Baru sampai hotel dan menaruh tas, langsung diajak lagi ngopi dan ngobrol di K8. Ketika petang, dari sana langsung makan lagi di Tuna House.
Besoknya repeat. Bukan makan siang, sore, dan malam. Melainkan makan terus-terusan. Itu saya meminjam istilah dari Rengkong, salah satu teman gowes lama asal Gorontalo.
Tapi karena weekend lalu kami gowes ratusan kilometer dan menanjak total ribuan meter, semua makanan itu ada fungsinya (ini pembelaannya, wkwkwk).
Tentu saja, kuliner adalah salah satu daya tarik utama Manado. Selain lautnya. Gunungnya. Danaunya. Juga masyarakatnya yang ramah. Saya sendiri baru bisa menikmati kuliner itu belakangan ini, sejak menggeluti hobi sepeda dan punya banyak teman yang hobi kuliner.
Kata istri saya, baru belakangan ini dia bisa menikmati jalan-jalan. Karena sebelumnya, saya termasuk yang suka makan praktis (baca: fast food, eh, good food quickly, he he he).
Nah, gara-gara beberapa kali ke Manado dalam setahun terakhir, ada satu makanan yang benar-benar membuat saya ketagihan. Kalau sudah disuguhi itu, bisa terus mengunyah tanpa henti. Yaitu pisang goroho.
Pisang itu disuguhkan dalam berbagai cara. Digoreng dengan tepung. Digoreng ala french fries. Atau dibuat keripik. Juga bisa direbus dan lain-lain. Biasanya dicocol pakai sambal. Kebetulan saya kurang suka sambal, jadi saya suka makan polosan saja.
Saya sendiri heran kenapa saya begitu suka pisang goroho. Karena selama ini saya bukan penggemar pisang. Kalau kulit pisang ada warna gelap sedikit saja, saya langsung malas memakannya. Harus yang kulitnya kuning bersih mulus, baru biasanya saya mau. Pisang goreng tidak selalu saya sukai.
Nah, pisang goroho, saya benar-benar kecanduan.
Saya pernah minta tolong teman mengirimnya ke Surabaya. Untuk digoreng sendiri. Teman-teman di Manado --dan Gorontalo-- pun mengirimi saya keripik-keripik goroho dalam berbagai kemasan dan merek.
Kalau sudah duduk dan makan, saya bisa terus mengunyah tanpa henti sampai satu bungkus habis. Dan bungkusnya besar-besar!
Pisang ini konon memang hanya tumbuh di Sulawesi. Dan yang enak adalah yang masih hijau dan muda. Kalau sudah tua, kata teman-teman rasanya jadi asam.
Sulit menjawab kenapa saya begitu jatuh hati pada goroho. Yang pasti, karena pisang ini tidak manis, saya bisa makan terus tanpa merasa neg. Dan tanpa bumbu memang lebih enak bagi saya.
Teman-teman selalu bilang, ini pisang banyak manfaat kesehatannya. Termasuk untuk antioksidan melawan kanker. Tapi yang paling utama adalah karena pisang ini tidak manis. Karena indeks glisemiknya rendah, pisang ini baik untuk pengidap diabetes. Dijadikan pengganti nasi, dimakan dengan lauk pauk. Urusan manfaat yang satu ini, untuk pribadi saya sendiri sih tetap meragukan. Wong saya makannya begitu banyak tanpa henti! Wkwkwk...