SUMEKS.CO – Pertambangan Tanpa Izin (PETI) harus diberantas secara tuntas dengan melibatkan seluruh elemen masyarakat, pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan juga kepolisian. Tidak hanya untuk menegakkan peraturan, namun juga untuk mendapatkan penerimaan negara secara lebih optimal.
Demikian benang merah dari Webinar Solusi Kebersamaan E2S (SUKSE2S) dengan tema "Berantas Tuntas Pertambangan Tanpa Izin" yang digelar Kamis (28/7). Hadir sebagai pembicara Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI), Hendra Sinadia, Inspektur Tambang Ahli Madya dan Ketua Kelompok Kerja Pertambangan Rakyat dan Pembinaan Aspek Teknik dan Lingkungan Direktorat Teknik dan Lingkungan Mineral Ditjen Minerba Kementerian ESDM, Antonius Agung Setiawan, Kepala Unit 3/Subdit V Sumber Daya Alam Direktorat Tindak Pidana Tertentu Bareskrim Polri Komisaris (Polisi), Eko Susanda, dan Pakar Hukum Pertambangan dari Universitas Tarumanegara, Ahmad Redi.
BACA JUGA:4 Kali Rapat Paripurna Batal, Contoh yang Tidak Benar untuk Masyarakat
Hendra Sinadia menegaskan, bahwa penyelesaian masalah PETI harus total football. Governance dari perusahaan, hubungan perusahaan dengan masyarakat sangat berhubungan dengan maraknya kegiatan PETI, karena akarnya adalah kesenjangan sosial.
“Yang kami harapkan adalah bagaimana kita bisa memanfaatkan berkah dari lonjakan harga (komoditas), karena sangat krusial bagi cadangan sumber daya minerba dan investasi,” kata Hendra.
Menurut dia, PETI seringkali marak terjadi ketika ada lonjakan harga komoditas. Disparitas harga tinggi memberikan peluang bagi pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Banyak kegiatan di titik pertambangan tanpa izin di sektor mineral. Meski banyak di konsesi penambangan mineral dibanding batu bara, namun nilai kerugian lebih masif di batu bara.
BACA JUGA:Ada Apa, PBSI Resmi Pisahkan Siti Fadia/Apriyani
“PETI tidak hanya merugikan penambang, tapi juga negara dan masyarakat,” kata dia.
Meski dalam beberapa bulan terakhir harga batu bara melandai, praktis sejak Oktober 2021 lonjakan harga sudah diatas rata-rata. Dengan kondisi harga yang terjadi saat ini dikhawatirkan kegiatan PETI akan makin marak ke depannya.
“Jadi perlu diselesaikan secara permanen. Ini bukan hanya keinginan pemerintah saja, tapi pelaku usaha agar kegiatan PETI bisa diselesaikan secara permanen,” kata Hendra.
Antonius Agung Setiawan mengatakan, bahwa Kementerian ESDM tidak menutup mata terhadap merebaknya PETI, meski aturannya hanya ada di UU Nomor 3/2020.
BACA JUGA:Kerjasama dengan PMI, Rutan Prabumulih Gelar Donor Darah
“Hal-hal berupa formalisasi supaya kegiatan pertambangan ini legal dan berpihak pada rakyat akan terus diupayakan dalam rangka meningkatkan kemakmuran bangsa dan negara,” kata dia.
Antonius mengatakan, PETI disebabkan adanya keterbatasan lapangan kerja, desakan ekonomi, tidak diperlukan syarat pendidikan, tergiur hasil yang instan, dan mudah dikerjakan.(ety/ADV)