BERAWAL membantu tetangga mengemudikan truk untuk mengangkut damen dari sawah ke gudang di desanya, keandalan Lina Supriyanti di balik kemudi kendaraan besar terasah sejak remaja. Kelihaian itu membawa Lina memilih profesi tidak umum bagi kaum perempuan, yakni pengemudi bus antarkota antarprovinsi (AKAP) Wonogiri–Jakarta
SIANG itu, empat bulan lalu, seperti biasa Lina Supriyanti bertugas membawa bus Scania K410 Tronton. Penumpang sedang full, 36 kursi terisi. Masuk tol Cipali, Lina memacu bus dengan kecepatan tinggi. Dari kejauhan, dia melihat rombongan tiga truk kontainer berjalan lambat di lajur kiri.
Perempuan 35 tahun itu bersiap mendahului tiga truk tersebut dari lajur kanan. Namun, ketika makin dekat, tiba-tiba truk paling belakang pindah lajur ke kanan tanpa menyalakan lampu sein. ”Nyendok ke kanan gitu aja,” ucap Lina saat ditemui Jawa Pos di kantor PO Agra Mas perwakilan Wonogiri, Selasa (5/7).
Seketika itu Lina melepas pedal gas dan menginjak rem. Ban belakangnya sampai berbunyi ”Ciiit.. ciiitt.. ciiit”. Penumpang yang duduk di kursi ekstra di samping Lina menutupi wajahnya dengan kedua tangan. Co-driver Lina, Wahyu Tri Nugroho, juga tegang. Pasrah.
Untung, Lina masih tenang. Pegangan tangan dia ke kemudi tetap stabil. Pijakan kaki ke pedal rem juga konstan. Tombol rem tangan sudah dia aktifkan. Dia akhirnya bisa menghindarkan bus dari benturan dengan truk itu.
Kontainer lantas kembali ke lajur kiri. Lina sengaja menyejajarkan busnya dengan kontainer tersebut. Saat ditengok, sopir itu malah tersenyum saja ke arahnya tanpa dosa. ’’Aneh-aneh lah pokoknya di jalan itu. Kalau ketemu truk kudu ati-ati. Mending main klakson. Main lampu dim nggak cukup. Diklason aja biasanya masih ndak minggir,” ucap Lina.
Di jalanan, peristiwa-peristiwa seperti itu memang biasa terjadi. Dan Lina sadar benar risiko tinggi yang dia hadapi saat memutuskan terjun sepenuhnya sebagai pengemudi bus sejak Maret tahun lalu.
Sebagai pengemudi, fokus dan stamina harus prima. Detail-detail kecil tentang kondisi bus juga harus dia pastikan normal setiap sebelum memulai perjalanan sejauh 704 km dari Wonogiri ke ibu kota. Antara lain, tekanan ban, fungsi kopling, dan fungsi rem.
”Saya bawa nyawa banyak orang lho. Hati-hati itu nomor satu. Jadi sopir ndak boleh egois. Kalau kebut-kebutan, kan artinya sopirnya egois. Keselamatan dan kenyamanan penumpang yang utama,” ucap perempuan asli Sidoharjo, Wonogiri, itu.
Lina adalah satu di antara hanya dua pengemudi perempuan yang dimiliki PO Agra Mas. Total driver di perusahaan itu berjumlah 300 orang. Agra Mas kini juga jadi satu di antara hanya dua perusahaan bus rute Wonogiri–Jakarta yang memercayakan unitnya dikemudikan driver perempuan seperti Lina.
Susanto, kepala operasional PO Agra Mas wilayah Jawa Tengah, Jogjakarta, dan Jawa timur, menyebut Lina tidak diterima dengan sembarangan. Dia telah berhasil melewati proses uji kelayakan yang panjang.
Selama tiga bulan Lina ditempa dengan menjalani berbagai tes. Dia harus mampu mengendarai bus dengan tiga jenis sasis berbeda milik Agra Mas, yakni Hino, Mercedes, dan Scania. Mulai yang manual hingga matik.
”Surat lamarannya itu sempat saya biarkan tiga bulan. Kemauannya kuat. Dia pribadi yang superulet. Skill dan mentalnya juga bagus saat terjun ke lapangan di tengah banyak teman laki-laki di dunia jalanan seperti ini,” ucap Susanto yang punya panggilan akrab Om Gepeng.
Setelah lolos tes membawa bus tanpa penumpang, dia harus menjalani tes sebagai pengemudi tambahan dengan membawa penumpang. Selama proses percobaan itu, dia harus bisa membawa penumpang dengan nyaman, hafal jalan, dan hafal lokasi agen bus di sepanjang trayek yang dia lalui.
Dan yang menilai bukan hanya pihak perusahaan. Melainkan juga penumpang. ”Istilahnya itu reeling. Kalau setirannya tidak ada masalah, penumpang tidak ada yang komplain, bisa tidur nyenyak di perjalanan, berarti lulus,” ucap Susanto.