SUMEKS.CO - Mantan calon Wali Kota Palembang yang juga sebagai komisaris PT Campang Tiga (PT CT), H Mularis Djahri, ditetapkan sebagai tersangka dan dilakukan penahanan sejak pemeriksaan yang dilakukan Senin (20/6) secara maraton di Mapolda Sumsel.
Mularis ditetapkan sebagai tersangka dalam dugaan penguasaan lahan perkebunan milik PT Laju Perdana Indah (LPI) di OKU Timur oleh tim tim penyidik Subdit II Perbankan dan Subdit IV Ditreskrimsus Polda Sumsel.
Direktur Ditreskrimsus Polda Sumsel, Kombes Pol Barly Ramadhany SIK menegaskan, pihaknya belum menemukan adanya aliran dana yang diduga digunakan Mularis untuk membiayai pencalonan dirinya sebagai Wali Kota (Wako) Palembang beberapa waktu lalu.
“Belum. Sejauh ini (aliran dana) belum ada. Karena kita masih mendalaminya,” ujar Kombes Pol Barly, saat menyampaikan rilis ungkap kasusnya di lantai tujuh Gedung Presisi Mapolda Sumsel, Selasa (21/6) siang.
BACA JUGA:
Mularis Djahri Ditetapkan Tersangka, Ini Penjelasan Kapolda Toni
Hanya saja, mantan Kapolres Musi Rawas (Mura) itu, menyebut tersangka Mularis menerima Rp700 miliar dalam kasus dugaan tindak pidana perkebunandan terkait tindak pidana pencucian uang (TPPU).
“Itu sudah berlangsung selama belasan tahun. Dan dari hasil pemeriksaan PPATK ditemukan transaksi dari penjualan CPO sawit yang diterima tersangka dalam rekening yakni sebesar Rp700 miliar. Dan tersangka juga kita kenakan Pasal Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU),” beber Barly.
Dia menjelaskan, dalam perkara ini, pihaknya sudah memeriksa 33 orang saksi termasuk ahli dari PPATK dan hli perkebunan.
Mantan Direktur Ditreskrimum Polda Lampung itu juga membeberkan awal mulanya kasus tersebut. Bermula dari PT CT melakukan perambahan lahan milik PT LPI seluas 4.300 hektare. Lahan milik PT CT berdampingan dengan PT LPI. Lalu PT CT merambah lahan PT LPI.
“Kasus ini tidak ada permasalahan dengan sengketa lahan, karena lahan HGU PT CT dan PT LPI memiliki izin. Namun, PT CT melakukan perambahan lahan seluas 4.300 hektare milik PT LPI yang sudah dilakukan belasan tahun,” tutup Barly.
Sementara, Kakanwil ATR/BPN Sumsel, Kalvyn Andar Sembiring yang ikut hadir dalam rilis tersebut, menjelaskan PT LPI memiliki izin lokasi di tahun 1994 dan PT CT memiliki izin operasi di tahun 2004. Setelah mengantongi izin operasi, kedua perusahaan melakukan kegiatan pembebasan tanah.
Lalu, di kemudian hari diketahui ternyata sesuai dengan izin operasi yang diberikan seluas 33.395 hektar dan yang dibebaskan lebih kurang 24 ribu hektar. Sesuai izin lokasi tahun 2004, PT CT melakukan kegiatan pembebasan lahan seluas lebih kurang 5.600 hektar.
BACA JUGA:
Mantan Cawako Palembang Mularis Djahri Ditahan di Polda Sumsel, Kasusnya?
"Dan diketahui sebagian besar lahan yang dibebaskan oleh PT CT ini terletak pada izin lokasi PT LPI seluas lebih kurang 4.300 hektar," katanya.
Kakanwil DJP Sumsel Babel, Romadhaniah ikut mengapresiasi atas kolaborasi kepolisian dengan pihaknya dalam pengungkapan kasus ini.